New York (ANTARA News) - Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) urusan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya (UNESCO) melapori Indonesia soal kerusakan yang dialami kuil Hindu berusia ratusan tahun di Kamboja, Preah Vihear, saat terjadinya insiden baku tembak awal Februari lalu antara militer Kamboja dan Thailand di perbatasan kedua negara.

UNESCO --yang memiliki mandat untuk melindungi keberadaan warisan dunia-- juga menyatakan harapannya kepada Indonesia agar pihak-pihak terkait dapat menjaga Preah Vihear, yang pada tahun 2008 dinyatakan UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia.

"Mereka memberikan informasi tentang itu karena mereka tahu benar bahwa Indonesia pada saat yang bersamaan sebagai Ketua ASEAN sedang memainkan peranan untuk memediasi kedua belah pihak (Kamboja dan Thailand, red), terlebih-lebih setelah kesepakatan 22 Februari (pada pertemuan ASEAN di Jakarta) kemarin," kata Wakil Tetap RI untuk PBB, Duta Besar Hasan Kleib, di Markas Besar PBB, New York, Rabu.

Informasi langsung mengenai kerusakan Kuil Preah Vihear diterima Hasan Kleib dalam pertemuannya dengan Utusan Khusus UNESCO untuk urusan Preah Vihear, Koichiro Matsuura, di Markas Besar PBB serta pembicaraan melalui telepon dengan Direktur Jenderal UNESCO, Irina Bokova.

Kedua pejabat tinggi UNESCO tersebut menyampaikan informasi kepada Dubes Hasan mengenai kunjungan Matsuura pekan lalu ke Thailand dan Kamboja untuk membahas upaya perlindungan terhadap keberadaan Preah Vihear.

Dalam kunjungannya ke Thailand dan Kamboja, Matsuura melakukan pertemuan antara lain dengan Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva dan Menlu Kasit Piromya di Bangkok serta dengan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen dan Wakil PM Sok An di Phnom Penh.

Seperti yang juga disampaikannya dalam kunjungan ke dua negara tersebut, Matsuura juga mengutarakan harapannya kepada Indonesia --sebagai Ketua ASEAN-- menyangkut pentingnya pihak-pihak terkait menumbuhkan situasi yang kondusif agar keberadaan Kuil Preah Vihear terlindungi.

Mengenai harapan Matsuura tersebut, Hasan menyatakan Indonesia dan ASEAN sangat menyadari pentingnya menjaga situasi aman di perbatasan guna memberikan kesempatan kepada Kamboja dan Thailand untuk berdialog mencari penyelesaian damai, baik menyangkut garis perbatasan maupun rencana manajemen pengelolaan Kuil Preah Vihear dan lingkungan di wilayah sekitarnya.

"Tapi kita sampaikan kepada mereka (UNESCO, red), kita tidak akan mengambil posisi terkait perlindungan, pemeliharaan, apalagi rencana manajemen kuil karena hal itu sepenuhnya merupakan urusan UNESCO dan kedua belah pihak (Kamboja dan Thailand, red)," tutur Hasan.

Indonesia sendiri yang saat ini sedang menjabat sebagai Ketua ASEAN, pada 22 Februari lalu telah menggelar pertemuan menteri luar negeri ASEAN, sepekan setelah Kamboja membawa kasus bentrokan senjata antara militernya dan militer Thailand --yang terjadi pada awal Februari di wilayah perbatasan kedua negara-- ke sidang Dewan Keamanan PBB (DK-PBB).

Sidang yang diikuti oleh ke-15 anggota DK-PBB --dan dihadiri oleh menteri luar negeri Kamboja, Thailand dan Menlu Marty Natalegawa-- itu memutuskan mengembalikan upaya penyelesaian kasus tersebut kepada ASEAN.

Pertemuan informal tingkat menteri luar negeri 22 Februari lalu di Jakarta menyepakati penggelaran tim pengamat dari Indonesia ke perbatasan Thailand dan Kamboja sebagai upaya untuk menjaga "gencatan senjata" militer kedua negara bertikai itu.

Para pertemuan itu, Kamboja dan Thailand juga sepakat untuk mengundang ASEAN dalam upaya mencari penyelesaian damai serta perundingan bilateral antara kedua belah pihak.

ASEAN, perhimpunan negara-negara Asia Tenggara, saat ini beranggotakan 10 negara yaitu Indonesia, Thailand, Kamboja, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos dan Myanmar.
(T.K-TNY/A011)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011