Depok (ANTARA News) - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ifdhal Kasim meminta mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi memediasi persoalan Ahmadiyah.

"Kita sengaja meminta kesediaan KH Hasyim Muzadi sebagai mediator kasus Ahmadiyah," kata Ifdhal di kediaman Hasyim di Pondok Pesatren Al Hikam, Kukusan, Beji, Depok, Jabar, Kamis.

Dikatakannya, mediasi ditempuh mengingat dalam penanganan masalah Ahmadiyah perlu dipertimbangkan aspek legal, HAM, dan teologis.

Hasyim dinilai cukup kompeten untuk memfasilitasi dialog antara pihak Ahmadiyah, pemerintah, dan kalangan umat Islam.

Menurut Ifdhal, keputusan yang dikeluarkan sejumlah kepala daerah terkait Ahmadiyah belum sepenuhnya mengakomodasi seluruh kepentingan.

Komisioner Komnas HAM, M Ridha Saleh, menambahkan, perlu keterlibatan tokoh agama sebagai mediator untuk meredakan ketegangan terkait Ahmadiyah.

Apalagi, lanjutnya, "ketidaktegasan" pemerintah pusat dalam menangani kasus Ahmadiyah menimbulkan inisiatif dari kepala daerah untuk membuat kebijakan sendiri-sendiri.

"Keputusan dari kepala daerah itu beragam. Ada yang melarang, membatasi, membekukan, dan itu berbeda dengan prinsip hukum," katanya.

Hasyim menyambut baik permintaan Komnas HAM. Ia menyarankan tiga pendekatan dalam penyelesaian Ahmadiyah, yaitu agama, hukum, dan HAM.

"Dari pendekatan agama bukan dilihat dari penafsiran Islam, tapi penyimpangannya," kata Hasyim.

Selanjutnya, kata Hasyim, penanganan masalah Ahmadiyah harus mengacu pada hukum dan peraturan perundang-undangan yang ada.

Terkait ini, pemerintah pusat perlu memberikan penjelasan terkait langkah pemerintah daerah yang menerbitkan keputusan pelarangan terhadap Ahmadiyah.

Hasyim juga meminta Komnas HAM untuk menjelaskan pada masyarakat tentang porsi dan posisi HAM.

Ia mempertanyakan, apakah HAM memang bebas nilai, bebas hukum dan bebas aturan agama, atau mengambil yang tersisa dari nilai dan hukum itu.

"Masalah ini menjadi perlu, agar tidak saling mendesak unsur-unsur pemerintah dan antarkepentingan," katanya.(*)



(S024/Z002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011