Padang (ANTARA News) - Sebagian besar ruas jalan yang disiapkan sebagai jalur evakuasi di Kota Padang, Sumatera Barat kondisinya rusak berat dan dikhawatirkan justru memperburuk upaya penyelamatan warga jika bencana itu terjadi.

Hampir semua jalan yang disiapkan untuk evakuasi tsunami di Padang rusak berat, hal ini perlu perhatian serius pemerintah kota, kata Direktur Eksekutif Jaringan Jurnalis Siaga Bencana (JJSB) Indonesia, John Nedy Kambang, kepada ANTARA di Padang, Senin.

Jalan yang disiapkan untuk jalur evakuasiini antara lain, dari Pasar Alai ke Jalan Padang By Pass, dari Simpang Tunggul Hitam ke jalan Padang By Pass, jalur dari Siteba ke Padang By Pass, simpang Tabing ke Padang By Pass, Simpang Kalumpang Padang By Pass.

Menurut dia, jika ditelusuri ruas-ruas jalan itu maka banyak ditemukan lobang-lobang besar dan dipenuhi air jika hujan, lebar jalan kecil dan membuat laju kendaraan tersendat.

"Dalam kondisi normal saja, laju kendaraan tersendat melewati jalur-jalur itu, apalagi jika saat dilakukan evakuasi bila benar tsunami itu terjadi," tambahnya.

Ia menyebutkan, jika kondisi ini tidak segera ditangani pemerintah kota, maka jalur itu justru akan lokasi tempat banyaknya korban yang terjebak saat dilakukan evakuasi apabila tsunami terjadi.

Karena itu, JJSB mendesak pemerintah kota Padang segera melakukan perbaikan terhadap jalan di jalur-jalur evakuasi tsunami itu, karena kesiapan sarana tersebut angat diandalkan untuk upaya penyelamatan warga apabila tsunami terjadi, kata John.

Perlunya pembenahan serius jalur-jalur evakuasi ini, karena Padang dan sejumlah daerah pesisir pantai di provinsi Sumbar dinilai paling beresiko terhadap bencana gelombang tsunami karena sebanyak 534.878 orang warga terdata bermukim pada zona merah tsunami di daerah itu.

Warga tersebut bermukim di zona merah tsunami di kawasan pesisir di Kota Padang, Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan, Padang Pariaman, Agam, Pasaman Barat dan Kepulauan Mentawai, kata Direktur Eksekutif LSM Komunitas Siaga Tsunami (Kogami), Rina Patra Dewi.

Data tersebut berdasarkan penelitian sejumlah pihak terkait ditingkat nasional, tambahnya.

Warga yang bermukim di zona merah tsunami itu terbesar di Kota Padang mencapai 380.402 orang, kemudian Pesisir Selatan (36.980), Pasaman Barat (29.649), Pariaman (25.029), Padang Pariaman (24.861), Agam (20.644) dan Kepulauan Mentawai (17.313).

Sumbar merupakan daerah dengan resiko dan potensi tsunami tinggi, berdasarkan sejarah dan hasil penelitian para ahli, katanya.

Dari penelitian diketahui bencana gelombang tsunami menghantam Pulau Sumatera setiap 200 tahun dan Sumbar mempunyai potensi resiko tinggi jika musibah itu terjadi.

Peneliti itu antara lain dilakukan Prof Kerry Sieh dan Dr Danny Natawidjaya, yang mengungkapkan Sumbar, terutama Kota Padang dalam sejarah telah dua kali dilanda gelombang tsunami, yakni pada tahun 1604 dan 1833.

Selain itu, majalah National Geographic Indonesia Edisi I juga menyebutkan Padang mempunyai potensi resiko tertinggi di dunia jika terjadi tsunami ditinjau dari jumlah penduduk yang berada di pesisir pantai.

Tingginya resiko ini disebabkan letak geografis daerah ini berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan dilalui lempeng Indo Australia-Eurasia yang aktif bergerak empat hingga enam centimeter pertahun.

Pergerakan lempeng itu jika bertumbukan atau mengalami patahan dapat memicu terjadinya gempa bumi yang berpotensi diikuti gelombang tsunami.

Meskipun tidak semua gempa menimbulkan tsunami, namun karena Padang dan Sumbar dilalui lempeng, maka gempa akan bisa dirasakan sehingga dapat menjadi peringatan dini akan terjadinya tsunami.

Tsunami didahului gempa yang disebabkan patahan atau tumbukan lempeng, jatuhnya benda langit atau kekuatan tektonik di daratan yang mempengaruhi gerakan lempeng di dasar laut. (H014/Z002/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011