Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menawarkan kawasan hutan seluas 3 juta hektare milik 251 unit usaha perkebunan yang dibatalkan izin prinsipnya kepada pengusaha yang serius mengembangkan usaha perkebunan.

"Izin prinsip pelepasan kawasan hutan itu dibatalkan karena ke 251 perusahaan itu dinilai tidak memiliki kapabilitas dan keseriusan mengurus izin yang diberikan selama lima tahun," kata Menteri kehutanan (Menhut), Zulkifli Hasan, usai peresmian hutan kota di bumi Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), di Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan ke 251 perusahaan perkebunan itu telah diberi kesempatan mengurus izin prinsip pelepasan kawasan hutan guna memperoleh Hak Guna Usaha (HGU) dari Badan Pertanahan Nasional.

"Dengan pembatalan izin prinsip ini, secara hukum pengusaha perkebunan itu tidak berhak lagi untuk mengelola kawasan itu menjadi perkebunan sawit karena belum memperoleh izin pelepasan kawasan hutan."

Dikatakannya, Kemenhut pertama kali membatalkan 69 unit usaha perkebunan yang mengajukan permohonan untuk mengelola areal seluas 580.000 hektare. "Pembatalan izin prinsip tahap kedua kemudian dilakukan terhadap 182 unit usaha yang sebelumnya mengajukan permohonan untuk memanfaatkan izin prinsip pelepasan kawasan hutan menjadi kebun. Jika dihitung, seluruh kawasan yang dibatalkan izin prinsipnya mencapaa sekitar 3 juta hektare lebih," katanya.

Dari 251 unti menajemen yang dibatalkan izin prinsipnya itu, menurut dia, sebanyak 68 perusahaan di antaranya berlokasi di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur maupun Kalimantan Tengah juga Riau dan Sumatera.

Kemenhut, kata menteri, tidak ragu menindak tegas pengusaha yang menyalahgunakan izin prinsip yang direkomendasikan Menteri kehutanan terdahulu. "Perusahaan itu memang belum berhak. Namun jika perusahaan itu berupaya untuk menguasai secara fisik, berarti perusahaan itu akan berlawanan dengan hukum dan penegakan hukum. Kita harus tindak tegas," katanya.

Tindakan tegas itu, katanya, akan dilakukan kepada perusahaan perkebunan yang berupaya menguasai secara fisik areal perkebunan yang dimohonkan. Pengusaha itu memang belum punya hak karena Kemenhut hanya memberikan izin prinsip untuk pelepasan kawasan hutan, bukan izin pelepasan. "Jadi belum ada haknya. Jika menolak, kita tindak tegas."

Zulkifli menegaskan Kemenhut akan menawarkan kepada pengusaha yang serius ingin membangun perkebunan, baik itu perkebunan kelapa sawit maupun perkebunan tebu.

Mereka dapat mengajukan permohonan pemanfaatan kawasan hutan itu untuk perkebunan. "Terserah, apakah pengusaha yang akan mengajukannya adalah pengusaha perkebunan kelapa sawit atau pengusaha tebu, silahkan mengurus rekomendasi dari Bupati dan Gubernur sebelum membawanya ke Kemenhut," katanya.


Peluang investasi tebu

Peluang investasi untuk perkebunan tebu, katanya, terbuka bagi pengusaha yang ingin mengembangkan perkebunan tebu di Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan beberapa daerah lainnya yang dinilai cocok untuk mengembangkan perkebunan tebu yang merupakan bagi dari program pengembangan produksi pangan pemerintah pusat.

"Jika ada pengusaha yang ingin membuka perkebunan tebu, silahkan saja mengajukan permohonan. Kita siap membantu sepanjang memenuhi persyaratan dan rekomendasi yang ditetapkan Kemenhut," katanya.

Sementara Direktur Jenderal Planologi, Kemenhut, Bambang Soepijanto, mengatakan persetujuan prinisip pelepasan kawasan hutan yang diterbitkan Menhut itu diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Planologi. "Jadi izin prinsip yang diterbitkan Menhut itu diberikan kepada Ditjen Planologi yang kemudian meminta kepada perusahaan pemohon izin untuk mengurus tata batas kawasan hutannya," katanya.

Namun sampai lima tahun ini, kata Bambang, 251 unit manajemen yang memperoleh izin prinsip itu belum juga menyelesaikan tata batas yang merupakan persyaratan utama sebelum memperoleh hak pelepasan kawasan hutan.

Persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan yang diberikan kepada perusahaan perkebunan, kata Bambang, mengacu Undang-Undang No.41/1999 tentang Kehutanan.

"Sebenarnya izin prinsip itu hanya rekomendasi awal sebelum diterbitkannya izin pelepasan kawasan hutan, setelah perusahaan perkebunan itu menyelesaikan tata batas kawasan hutannya dengan berbagai pihak yang bersinggungan dengan konsesi perkebunan yang diberikan kepada perusahaan tersebut," katanya.

Dia mengatakan tidak ada alasan yang dapat dijadikan toleransi bagi perusahaan perkebunan yang telah diberikan waktu selama lima tahun, namun tidak serius menyelesaikan kewajibannya mengurus tata batas kawasan hutan yang diberikan kepadanya.

Dirjen Planologi menuturkan Kemenhut berupaya mendorong pengembangan investasi dengan melibatkan investor perkebunan yang bersungguh-sungguh ingin mengembangkan usaha, baik itu kelapa sawit maupun tebu.

"Kemenhut ingin mendukung capital expenditure (belanja modal) pemerintah yang ditargetkan mencapai Rp310 triliun. Paling tidak dengan diberikannya kesempatan kepada pengusaha baru perkebunan, kebijakan itu akan meningkatkan nilai investasi dalam pengembangan usaha," katanya.(*)

(A027/B012)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011