Bandung (ANTARA News) - Menperin MS Hidayat mendesak Menteri Keuangan Agus Martowardoyo segera mengeluarkan revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 241 Tahun 2010 tentang Perubahan Tarif Bea Masuk (BM), terutama untuk industri non-pangan, paling lambat akhir bulan ini.

"Kita tunggu saja. Kami berharap paling (lambat akhir) April ini," katanya usai lokakarya pendalaman kebijakan industri, di Bandung, Jawa Barat, Jumat malam.

Ia mengatakan revisi PMK Nomor 241 Tahun 2010 untuk sektor industri non-pangan sangat dibutuhkan untuk memberi semangat dunia usaha di sektor tersebut, bahwa mereka masih punya masa depan, di tengah persaingan yang semakin ketat.

Usulan revisi PMK Nomor 241 Tahun 2010 untuk sektor non-pangan merupakan salah satu langkah Kementerian Perindustrian untuk meningkatkan daya saing industri nasional, melalui penghapusan BM bahan baku dan barang modal yang belum bisa dibuat di dalam negeri.

Ia menjelaskan revisi tahap pertama untuk komoditas pangan, pakan ternak, dan pupuk sudah dikeluarkan berupa PMK Nomor 13 Tahun 2011. "Revisi tahap dua untuk industri manufaktur sudah selesai dibahas," katanya.

Sesuai pembahasan itu, lanjut Hidayat, ada 182 pos tarif yang akan diturunkan BM-nya dari lima menjadi nol persen. Selain itu, ada delapaan pos tarif dari produk makanan dalam kaleng yang diusulkan BM-nya kembali menjadi 10 persen, dan 20 pos tarif bahan baku obat menjadi nol persen.

"Saya sudah berkoordinasi dengan Menkeu agar revisi tersebut dapat dikeluarkan pada bulan ini (April)," ujar Hidayat.

Selain PMK 241 Tahun 2010, Kemenperin juga mengusulkan dan telah membahas revisi sejumlah peraturan terkait insentif dengan kemenkeu, antara lain revisi PP Nomor 62 Tahun 2008 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu.

"Revisi PP itu pada dasarnya menyesuaikan kriteria industri yang bisa mendapat fasilitas tersebut, seperti ketentuan tentang jumlah tenaga kerja dan besaran jumlah investasi, serta jenis industri," katanya.

Kemenperin juga mengusulkan revisi PMK Nomor 261/PMK.011/2011 tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) atas Impor Barang dan Bahan Baku. Kebijakan BMDTP telah diberikan sejak tahun 2008. Pada 2011, BMDTP akan diberikan kepada 15 sektor industri senilai Rp1,3 triliun.

"Saat ini PMK induk (BMTDP) sudah ditandatangani dan sedang ditunggu PMK masing-masing sektor," kata Hidayat.

Ditambahkan Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri Kemenperin, Arryanto Sagala, pemanfaatan BMDTP oleh industri masih rendah, karena PMK tentang industri yang berhak menerimanya keluar lamban dan yang memanfaatkan fasilitas tersebut kebanyakan industri besar.

Pada 2008 fasilitas BMDTP sebesar Rp769, 397 miliar hanya dimanfaatkan sebesar 3,26 persen. Pada 2009 pemanfaatan fasilitas itu hanya sembilan persen dari anggaran sebesar Rp1,383 triliun, dan pada 2010 sebesar 22 persen dari Rp1,2 triliun.

"Yang bisa memanfaatkan (BMDTP) itu adalah industri skala besar karena mereka dapat membeli langsung dari importir. Sedangkan industri kecil membeli (bahan baku) dari pedagang, padahal pedagang itu tidak mendapat BMDTP," ujar Arryanto.  (R016/T010/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011