London (ANTARA News) - Para pemuka berbagai agama dan akademisi dari Indonesia menekankan pentingnya hidup dalam suatu keharmonisan di antara pemeluk agama yang berbeda-beda.

Pesan tersebut disampaikan saat berlangsungnya acara tatap muka dengan masyarakat Indonesia di Athena bertempat di Wisma Duta, Minggu malam, ujar Sekretaris Kedua KBRI Athena , Widya Sinedu dalam keterangannya kepada Antara London, Senin.

Para akademisi dan tokoh agama yang hadir yaitu Rektor Institut Hindu Darma Bali, MA Prof. Dr. I Made Titib, Dosen Universitas Kristen Maluku, Dr. Margaretha Hendriks-Ririmase, Rektor Institut Sanata Darma Yogyakarta, Dr. Heru Prakosa dan Dosen St. Paulus, Adolfina Elizabeth Koamesakh, MTh, Mhum didampingi Wakil Pimpinan Redaktur Harian Kompas, Trias Kuncahyono.

Acara tatap muka ini mengawali rangkaian kegiatan Interfaith Dialog yang akan dilaksanakan oleh Kedutaan Besar RI Athena bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri RI, Kementerian Agama RI dan Kementerian Luar Negeri Yunani.

Rangkaian kegiatan antara lain Ceramah Umum di Fakultas Teologi, Universitas Athena dan sebagai acara puncak diadakan Dialog Lintas Agama yang diadakan di Hotel Divani Caravel, Athena pada tanggal 12 April mendatang.

Di sela-sela kegiatan tokoh lintas agama juga diadakan pertemuan dengan Kementerian Luar Negeri Yunani, Kementerian Pendidikan dan Agama, Asosiasi Muslim Yunani, Tokoh Agama Orthodoks dan Katolik serta kunjungan ke tempat peribadatan di kota Athena.

Mengawali kegiatan acara tatap muka, Dubes RI Athena, Ahmad Rusdi di hadapan 120 masyarakat Indonesia menekankan pentingnya toleransi hidup beragama dalam membangun masyarakat dan bangsa Indonesia.

Perbedaan agama hendaknya tidak dijadikan sebagai suatu halangan untuk berinteraksi melainkan merupakan unsur yang saling melengkapi dalam kehidupan bermasyarakat.

Dubes menyampaikan kehidupan beragama di masyarakat Indonesia di Yunani yang sangat harmonis dan didukung KBRI, dimana setiap minggu kedua dan ketiga secara bergiliran diadakan pengajian untuk agama Islam dan kebaktian bagi warga Kristiani di aula KBRI Athena.

Sementara itu, Dirjen Informasi Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri, Andri Hadi mengutarakan tujuan kehadiran delegasi di Yunani adalah untuk sharing knowledge keberhasilan Indonesia mengelola keanekaragaman masyarakat dalam mengembangkan budaya dialog lintas agama baik dalam tataran domestik, bilateral, regional maupun multilateral.

Menurutnya, keberhasilan budaya dialog lintas agama di Indonesia mendapatkan pengakuan dan apresiasi positif di berbagai fora internasional.

Inisiatif dan kepeloporan Indonesia di bidang interfaith dialogue menjadi upaya diplomasi dalam menciptakan image branding positif Indonesia yang tidak hanya melibatkan diplomat tetapi tokoh agama, akademisi dan masyarakat Indonesia di luar negeri atau yang disebut dengan people to people contact.

Untuk itu, Dirjen IDP menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat bersama-sama membangun citra positif Indonesia di luar negeri termasuk warga Indonesia yang tinggal dan bekerja di Yunani.

Sementara itu Rektor Institut Hindu Darma Bali, MA Prof. Dr. I Made Titib menyampaikan diaspora masyarakat Bali di seluruh dunia dan keharmonisan dan kerukunan beragama di Bali, terbukti dari peninggalan bersejarah dari berbagai agama, tidak hanya Hindu.

Dalam sambutan singkatnya, Dosen Universitas Kristen Maluku, Dr. Margaretha Hendriks-Ririmase mengungkapkan kedatangan tokoh agama bertujuan untuk menyampaikan perkembangan terkini dari Indonesia terutama di Maluku yang sudah pulih. Menurutnya berbagai elemen masyarakat di Ambon saat ini telah menyadari kekeliruan yang terjadi di masa lalu dan berupaya menciptakan kondisi harmonis serta bersama-sama berkontribusi bagi pembangunan masyarakat.

Rektor Institut Sanata Darma Yogyakarta, Dr. Heru Prakosa mengutarakan mengenai keadaan terakhir di Yogyakarta yang terkena imbas dari letusan gunung Merapi. Dalam keadaan sulit ini, masyarakat dari berbagai latar belakang agama saling bahu membahu untuk mengatasi keadaan tersebut yang membuktikan adanya kerukunan dan toleransi yang kuat, ujarnya.

Sementara itu dosen St. Paulus, Adolfina Elizabeth Koamesakh, MTh, Mhum yang pernah belajar di Universitas Thessaloniki. Yunani menekankan perbedaan dan keragaman agama di Indonesia tidak boleh dijadikan alasan saling membenci melainkan harus dijadikan kekuatan untuk saling melengkapi. Ibu Adolfina, menjelaskan perkembangan gereja Ortodoks di Indonesia, yang merupakan agama mayoritas di Yunani.

Antusiasme masyarakat Indonesia tercermin saat tanya jawab yang antara lain bertanya bagaimana agama menyikapi perbuatan negatif dari pemeluk agamanya seperti merusak lingkungan atau korupsi, antisipasi dari agama untuk mencegah konflik.

Menanggapi hal ini para pemuka agama sepakat setiap pemeluk agama seharusnya mengembalikan kepada ajaran agama masing-masing yang melarang perbuatan tercela.

Disepakati pula efektifitas dari dialog antar umat beragama dalam rangka menghilangkan sikap saling curiga dan mencegah konflik. Ditekankan agar masyarakat mengindahi kesalahpahaman dalam mengartikan ajaran agama masing-masing dan berusaha menerima perbedaan yang ada demi terciptanya keharmonisan.

Acara ditutup dengan ramah tamah dan santap malam bersama hidangan khas Indonesia berupa sate ayam dan kambing bumbu kacang dan kecap, gulai kambing, mi goreng, kerupuk udang, serta jajan pasar yang disiapkan Darma Wanita KBRI Athena, menjadi wadah dalam melakukan pembinaan kepada warga masyarakat serta sebagai forum silaturahmi dan temu kangen bagi sesama warga yang hidup dirantau. (ZG/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011