Jakarta (ANTARA News) - Dewan Gubernur Bank Indonesia menilai apresiasi rupiah sejauh ini belum mempengaruhi daya saing produk ekspor Indonesia dari sisi nilai tukar, antara lain tercermin dari kinerja ekspor nonmigas Indonesia yang terus menunjukkan peningkatan yang relatif tinggi.

BI bahkan memandang bahwa penguatan nilai tukar rupiah sejauh ini dapat menurunkan tekanan inflasi, khususnya yang berasal dari kenaikan harga komoditi internasional atau imported inflation.

Gubernur BI Darmin Nasution di Jakarta, Selasa mengatakan tren penguatan nilai tukar rupiah terus berlanjut pada Maret 2011, sejalan dengan kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang mencatat surplus yang besar dan positifnya persepsi investor asing terhadap kuatnya fundamental ekonomi Indonesia.

"Penguatan Rupiah juga sebagai bagian dari respons kebijakan Bank Indonesia untuk pengendalian tekanan inflasi, khususnya yang berasal dari kenaikan harga komoditas internasional atau imported inflation. Hingga akhir bulan Maret 2011 nilai tukar Rupiah menguat sebesar 3,47 persen poin to point (ptp) menjadi Rp8.708 per dolar AS," katanya.

Dikatakannya, kinerja NPI diperkirakan masih akan mencatat surplus yang cukup besar pada 2011, berasal baik dari transaksi berjalan maupun transaksi modal dan finansial. Ekspor diperkirakan masih akan tumbuh cukup tinggi.

Aliran masuk modal asing dalam bentuk portofolio diperkirakan masih akan tetap besar, sedangkan investasi asing langsung (PMA) diperkirakan meningkat. Dengan perkembangan sampai dengan akhir Maret 2011, cadangan devisa tercatat sebesar 105,7 miliar dolar AS atau setara dengan 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri.

BI pada Selasa ini memutuskan BI Rate tetap 6,5 persen, namun ke depan, Bank Indonesia menilai masih terbuka ruang penyesuaian level BI Rate untuk meredam tekanan inflasi lebih lanjut.

Bank Indonesia meyakini bahwa penerapan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial tersebut, serta didukung pula dengan penguatan koordinasi kebijakan Pemerintah, akan mampu untuk menjaga stabilitas makro dan membawa inflasi pada sasaran yang ditetapkan, yaitu 4 - 6 persen pada tahun 2011 dan 3,5 - 5,5 persen pada tahun 2012.

Di sisi harga, meskipun inflasi sudah menunjukkan kecenderungan menurun, risiko tekanan inflasi ke depan diperkirakan masih cukup tinggi. Inflasi IHK pada bulan Maret 2011 mencapai 6,65 persen (yoy) atau deflasi 0,32 persen (mtm) seiring dengan koreksi inflasi bahan pangan.

Meskipun masih relatif tinggi, tekanan inflasi dari kelompok volatile foods menunjukkan kecenderungan yang menurun sejalan dengan langkah-langkah Pemerintah untuk memperkuat pangan nasional.

Sementara inflasi administered prices cukup moderat terkait dengan minimalnya kebijakan penyesuaian harga oleh Pemerintah. Namun, inflasi inti menunjukkan tren meningkat, tercatat sebesar 4,45 persen (yoy) atau 0,25 persen (mtm) pada Maret 2011, sebagai dampak rambatan dari tingginya harga pangan dan meningkatnya ekspektasi inflasi.

Ke depan, risiko tekanan inflasi diperkirakan masih cukup tinggi, dipengaruhi oleh meningkatnya harga komoditi internasional, kuatnya permintaan domestik, dan tingginya ekspektasi inflasi. Bank Indonesia akan terus mewaspadai risiko tekanan inflasi tersebut dan memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial untuk mengendalikan inflasi ke sasaran yang telah ditetapkan.

Sementara stabilitas sistem keuangan tetap terjaga yang disertai terus membaiknya fungsi intermediasi perbankan dan likuiditas perbankan yang terkendali. Industri perbankan cukup stabil ditandai oleh terjaganya kondisi permodalan dan likuiditas sebagaimana tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) pada level 18 persen dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5 persen.

Intermediasi perbankan juga semakin membaik tercermin dari pertumbuhan kredit yang terus meningkat, yakni pada Maret 2011 mencapai 25,1 persen (yoy), ditopang oleh pertumbuhan pada seluruh jenis kredit termasuk kredit kepada UMKM.

(ANTARA/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011