Jakarta - (ANTARA News) - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro (Undip) di Semarang, Prof. DR Muladi, mengemukakan bahwa hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menyidangkan sengketa saham Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) perlu memperhatikan Surat Pelaksana Harian (Plh) Direktur Perdata Nomor AHU.2.AH.03.04-114A tanggal 8 Juni 2010 sebagai pedoman dalam memutus perkara.

Dalam surat tersebut, lanjut mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) itu di Jakarta, Kamis, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum dan HAM) mencabut Surat Keputusan Menkum dan HAM) tertanggal 21 Maret 2005 tentang pengesahan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) kubu Harry Tanoe karena mengandung cacat hukum. dan Surat Keputusan Menteri tersebut dinyatakan tidak berlaku.

Sidang perdata kasus TPI akan kembali di gelar pada Kamis, 14 April 2011, di PN Jakarta Pusat dengan agenda pembacaan putusan perkara.

Menurut Muladi, akibat hukum dengan keluarnya Surat Direktur Perdata Kementerian Hukum dan HAM, maka akta Nomor 16 tanggal 18 Maret 2005 yang dibuat di hadapan notaris Bambang Wiweko SH menjadi tidak berlaku. Surat Plh Direktur Perdata tersebut diperkuat kembali oleh Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai jawaban dari Dirjen AHU terhadap gugatan dari pihak PT Media Nusantara Citra Tbk.

Dengan dibatalkannya akta nomor 16, berarti putusan RUPSLB yang digelar untuk mendilusi saham Tutut tidak sah dan tidak pernah ada. "Artinya hingga sekarang Tutut secara hukum tetap pemilik sah 100 persen saham PT CTPI," kata Muladi. Mbak Tutut yang dimaksudnya adalah Hj. Siti Hardiyanti Rukmana, putri sulung Presiden RI periode 1966-1998, HM Soeharto.

Dalam RUPSLB, PT Berkah melakukan perubahan jajaran direksi TPI. Hasil lainnya adalah persetujuan cara penyelesaian transaksi antara Tutut dan PT Berkah. RUPSLB tersebut mengakibatkan saham kepemilikan Tutut yang tadinya 100 persen, terdelusi hingga tinggal 25 persen. Hasil RUPSLB itu kemudian dituangkan dalam akta Nomor 17 dan 18 pada hari yang sama.

Sedangkan, Tutut dan pemegang saham lain mengadakan RUPSLB tertanggal 17 Maret 2005 dengan suara sah 411,7 juta suara. Hasil RUPSLB itu merombak jajaran direksi dan dewan komisari TPI. Yaitu, Dandy Nugroho Hendro Mariyanto Rukmana selaku Dirut menggantikan Hidajat Tjandradjaja. RUPSLB ini dituangkan dalam Akta Nomor 114 dihadapan notaris Buntario Tigris Darmawan.

Data perubahan Anggaran Dasar itu kemudian dilaporkan ke Menteri Hukum dan HAM melalui sistem administrasi badan hukum (Sisiminbakum). Namun, fasilitas tersebut tidak dapat diakses sehingga anggaran dasar sebagaimana RUPSLB 17 Maret tidak dapat dimasukan. Sebaliknya, Anggaran Dasar hasil RUPSLB 18 Maret versi PT Berkah bisa diproses dalam Sisminbakum.

Sebelumnya, kuasa hukum PT Berkah Karya Bersama Andi F. Simangunsong yakin pihaknya menang di pengadilan sebab sudah ratusan bukti diajukan ke persidangan.

"PT Berkah juga sudah membutkikan bahwa di tahun 2006 PT Berkah sudah mengalihkan kepemilikan TPI kepada MNC. BKB juga mmebuktikan bahwa di tahun 2007 MNC sudah melakukan IPO dengan pengumuman di koran dan public expose. Jadi, PT Berkah sudah melaksanakan kewajiban dan membayar harganya," ujar Andi.

Kuasa Hukum Hary Tanoe, Hotman Paris Hutapea, mengungkapkan bahwa pada dasarnya Harry Tanoe sudah membayarkan utang TPI ketika dilanda krisis keuangan. Sudah seharusnya tidak disengketakan, apalagi diminta kembali oleh pihak Siti Hardiyanti Rukmana.

"`Kan utang sudah kita bayar, sudah dilunasi masa` mau diminta kembali, apalagi Ibu Tutut sudah mengucapkan terima kasih," kata dia.
((T.S023/E001)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011