Jakarta (ANTARA News) - Harga barang elektronik impor maupun yang sudah dirakit di dalam negeri tidak mengalami penurunan, meskipun nilai tukar rupiah terus menguat Rp8.600 per dolar AS.

"Memang pengaruh penguatan rupiah seharusnya bagus buat perkembangan industri elektronik, karena bisa menurunkan biaya produksi, sehingga harga elektronik bisa turun dan efek dominonya adalah permintaan yang baik," kata Direktur Pemasaran PT LG Electronics Indonesia (LGEIN) Budi Setiawan di Jakarta, Jumat.

Sayangnya, lanjut dia, pada saat yang bersamaan, saat ini harga bahan baku, seperti tembaga, besi, baja, dan plastik, menunjukkan tren peningkatan, akibat harga minyak mentah dunia yang juga naik.

"Apabila digabungkan dengan penguatan rupiah, nilai positifnya masih dibawah nilai negatif kenaikan material (bahan baku), sehingga yang kami bahkan harus menyesuaikan harga jual," kata Budi.

Ia mengakui kenaikan harga barang elektronik akan pengaruhi permintaan pasar kelak. Namun, ia mengatakan hal itu harus dilakukan untuk bertahan. "Kenaikan (harga) tidak banyak," ujar Budi. Namun, ia enggan menyebutkan angka persentase kenaikan tersebut.

LGEIN telah memproduksi sejumlah barang elektronik di Indonesia, seperti televisi, lemari es, audio video, mesin cuci, dan monitor. Selain memproduksi, LGEIN juga mengimpor produk elektronik kelas atas untuk AC, lemari es ukuran besar dan berteknologi canggih, serta mesin cuci bukaan depan.

Sementara itu Wakil Presdir PT Panasonic Gobel Indonesia (PGI) mengatakan pihaknya sangat berhati-hati dalam menghadapi gejolak nilai tukar. PGI selain memasarkan produk Panasonic yang diproduksi di Indonesia juga memasarkan produk yang diimpor dari sesama anggota ASEAN dan Jepang.

"Kami sangat hati-hati menyikapi hal itu (penguatan rupiah) karena kami juga mengimpor (barang elektronik maupun bahan baku) dari Jepang," katanya.

Sejauh ini, PGI belum melakukan koreksi terhadap harga jual produknya di Indonesia, yang menurut dia, sudah bersaing dibandingkan produk sejenis yang dipasarkan di Indonesia. Oleh karena itu, pihaknya menargetkan pertumbuhan penjualan sebesar 32 persen tahun ini.

"Dari sisi permintaan kami yakin dengan penguatan rupiah, membaiknya kondisi perekonomian nasional yang mendorong penguatan daya beli, akan mendongkrak permintaan produk elektronik," katanya.

Rinaldi optimis pasar elektronik juga tumbuh seiring naiknya harga produk pertanian dan pertambangan yang mendongkrak daya beli masyarakat. PGI menargetkan omzet penjualan pada 2012 menembus angka Rp10 triliun dibandingkan tahun 2010 yang mendekati angka Rp4 triliun.

Berdasarkan data lembaga riset Growth for Knowledge (GfK) pasar elektronik di Indonesia mencapai Rp83 triliun tahun 2010. Permintaan produk elektronik di dalam negeri sendiri, diproyeksi, berbagai kalangan produsen elektronik tumbuh sebesar 15-20 persen tahun ini. (*)
(T.R016/B012)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011