Jakarta (ANTARA News) - Kalangan industri pupuk nasional sulit melakukan investasi baik untuk mengganti ("replacement") pabrik lama maupun perluasan pabrik baru, karena subsidi gas tidak memungkinkan perusahaan menabung untuk investasi. "Tiga menteri (Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan) sudah sepakat untuk mengubah subsidi gas menjadi subsidi harga," kata Dirut PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) Omay K Wiraatmadja, di Jakarta, Minggu. Dijelaskan Omay, subsidi gas untuk pupuk urea bersubsidi yang dihitung berdasarkan selisih harga kontrak gas dengan harga gas yang ditetapkan pemerintah sebesar satu dolar AS per mmbtu, tidak mencukupi ongkos produksi pupuk urea. "Kalau subsidi gas diteruskan tidak mungkin mencukupi biaya produksi, karena(subsidi gas) tidak menghitung biaya modal kerja, penyimpanan, dan distribusi yang cukup besar, sehingga industri pupuk sebagai entitas bisnis rugi," katanya. Kondisi tersebut, lanjut dia, sangat berbahaya bagi kelangsungan industri itu sendiri, karena perusahaan tidak memiliki dana yang cukup untuk menabung baik untuk penggantian pabrik yang usianya lebih dari 20 tahun dengan dengan baru, maupun untuk ekspansi membangun pabrik baru. "Sekarang ini pendapatan perusahaan, jangankan untuk `replacement" (mengganti pabrik) atau ekspansi, untuk biaya rehabilitasi yang besar saja harus pinjam," ujar Omay. Diakuinya, PKT mampu membukukan keuntungan karena ada ekspor urea setelah dapat ijin pemerintah dan ekspor amonia, serta bisnis jasa lainnya. "Betul (ada) laba, tapi `cash flow` (kas) negatif. Karena itu kalau ada subsidi harga sesuatu yang baik," katanya. Subsidi harga dihitung berdasarkan selisih harga pokok produksi ditambah biaya distribusi sampai lini IV (kecamatan) dan margin 10 persen dikurangi harga pupuk bersubsidi yang ditetapkan pemerintah. Mekanisme subsidi harga tersebut telah diterapkan pada pupuk bersubsidi non urea yaitu SP-36, ZA, dan NPK Phonska. Ditambahkan Direktur Keuangan PKT Eko Sunarko, bila saat ini subsidi gas yang sudah disetujui untuk tahun 2006 sebesar Rp3,004 triliun, maka bila diubah menjadi subsidi harga diperkirakan total subsidi pupuk yang diperlukan sekitar Rp6,1 triliun. "Itu belum termasuk menghitung kenaikan BBM. Kalau dihitung kenaikan BBM, maka total subsidi diperkirakan mencapai Rp7 triliun," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006