Yogyakarta (ANTARA News) - Peneliti dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Titik Firawati berpendapat bahwa dalam penanganan terorisme, selain melalui program jangka pendek juga dibutuhkan solusi jangka panjang.

"Solusi jangka panjang perlu dilakukan melalui program pemberdayaan ekonomi, sosial, dan pendidikan," katanya pada diskusi "Bom Cirebon" di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Rabu.

Menurut peneliti dari Institute of International Studies (IIS) Jurusan Hubungan Internasional (HI) Fisipol UGM itu, solusi jangka pendek penanganan terorisme seperti yang dilakukan Detasemen Khusus (Densus) 88 memang perlu, tetapi tidak menyelesaikan masalah.

"Oleh karena itu, perlu solusi jangka panjang. Solusi jangka panjang melalui program pemberdayaan ekonomi, sosial, dan pendidikan tersebut diharapkan dapat memutus proses rekrutmen anggota baru teroris," katanya.

Ia mengatakan, dengan kondisi ekonomi yang mapan dan mandiri serta lingkungan sosial yang nyaman penuh empati dan simpati akan membuat orang sulit untuk dipengaruhi dan direkrut menjadi anggota teroris.

"Di sektor pendidikan juga perlu ditanamkan nilai-nilai perdamaian dan tidak mengajarkan kebencian sehingga anak-anak akan tumbuh dan berkembang menjadi insan yang cinta damai dan antikekerasan," katanya.

Peneliti IIS HI Fisipol UGM Eric Hiariej mengatakan, peledakan bom berskala kecil seperti yang terjadi di Cirebon, Jawa Barat, diperkirakan masih akan terjadi dalam beberapa tahun kedepan.

"Modus peledakan bom dengan skala kecil masih akan mewarnai kondisi keamanan Indonesia," katanya.

Menurut dia, modus peledakan bom dengan skala kecil itu dilakukan oleh semacam "foot soldier" atau "orang baru" baik yang mempunyai hubungan organisasi maupun lepas dari kelompok yang diduga teroris.

"Namun, tampaknya aparat keamanan belum siap untuk mengantisipasi modus baru yang dilakukan teroris tersebut," katanya.

Ia mengatakan, selama ini pemerintah lebih fokus melihat kasus peledakan dilakukan oleh gerakan atau kelompok radikal dengan bom yang berdaya ledak besar.

"Asumsi itu berbahaya dan harus diubah dengan melihat modus bom Cirebon yang hanya berdaya ledak rendah," katanya.

(B015*H010/R010/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011