Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Pekerjaan Umum mengumumkan sekitar 30 persen dari 258 sabo dam di sekitar Gunung Merapi rusak dan pada 2011 upaya rehabilitasi mulai dilakukan.

"Erupsi Merapi beberapa waktu lalu paling besar dibanding tahun-tahun sebelumnya. Karena itu sedimen yang dibawa jauh lebih besar dari perkiraan dalam rencana induk sabo dam di sekitar gunung itu," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian PU Mohammad Hasan kepada pers di Jakarta, Kamis.

Hasan menjelaskan, pada 2001 sudah ada rencana induk pembangunan lebih dari 200 sabo dam untuk mengantisipasi laju sedimen dari hulu Merapi.

"Rencana induk itu disusun untuk penahanan sedimen sebesar delapan juta meter kubik," katanya.

Namun, katanya, hasil temuan Balitbang PU saat terjadi erupsi Merapi beberapa waktu lalu menunjukkan, sedimen yang terkumpul di atas (hulu) dan belum turun ke hilir sebanyak 125 juta meter kubik.

"Terbukti saat beberapa hari lalu hujan turun di hulu, masih banyak sedimen yang turun hingga ke hilir. Bahkan, batu-batuan besar juga berbaris ke bawah bersama lahar dingin dan sedimen lainnya," katanya.

Oleh karena itu, lanjutnya, Kementerian PU akan melakukan rehabilitasi terhadap sabo dam yang mengalami rusak itu dengan sejumlah teknologi.

"Teknologinya antara lain pemasangan balok kaki enam, kubus kaki enam dan balok kaki delapan pada sejumlah sabo dam tersebut," katanya.

Hasan menyebut, anggaran yang diperlukan sekitar Rp1 triliun lebih.

Sungai Pantura

Pada bagian lain, Hasan mengumumkan sebagian besar sungai di sepanjang pantai utara Jawa sudah mengalami degradasi (penurunan) dasar sungai akibat eksploitasi sedimen pasir dan batu yang tidak terkendali.

"Izin eksploitasi galian c (pasir dan batu) dengan kabupaten/kota sehingga tidak terkendali," katanya.

Eksploitasi galian C tidak pernah terukur sesuai dengan pasokan sedimen sungai sehingga berakibat pada penurunan permukaan dasarnya.

"Jika permukaan dasar sungai turun, permukaan air tanah di sekitarnya juga turun. Jadi, tidak heran jika masyarakat mengeluh, air sumurnya makin dalam," katanya.

Namun, Hasan enggan merinci berapa laju penurunan permukaan dasar sungai di Pantura Jawa tersebut.

Hasan mengatakan, hal itu harus dicegah agar penurunan dasar permukaan air ini tidak terjadi terus menerus.

"Harus ada pengendalian seperti imbauan untuk menggunakan kembali pasir dan batu sebagai bahan bangunan atau jalan. Istilahnya recycle. Ini sudah mulai dilakukan oleh Ditjen Bina Marga ketika melakukan pemeliharaan jalan," katanya.

(E008/N002/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011