Bandung (ANTARA News) - PT Dirgantara Indonesia meminta pemerintah untuk membeli pesawat kepresidenan jenis CN-235 dari perusahaan itu seperti yang dilakukan oleh sejumlah negara lain. "Kalau bisa Presiden juga dapat membeli pesawat kepresidenan," kata carateker Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia, M. Nuril Fuad saat menerima kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke perusahaan tersebut di Bandung, Selasa. Nuril menambahkan selama masa krisis keuangan terjadi, perusahaan tersebut tetap menerima pesanan pesawat. Sebagai contoh ia memaparkan Malaysia membeli delapan pesawat yang dua di antaranya adalah pesawat kepresidenan. Thailand membeli dua pesawat, Korea Selatan delapan pesawat yang di antaranya juga menjadi pesawat kepresidenan. Pakistan membeli empat pesawat, satu di antaranya adalah pesawat kepresidenan. Masih dalam kesempatan itu, Nuril juga meminta agar pemerintah membeli pesawat-pesawat produksi perusahaannya yang belum terjual. "Jika pemerintah membeli pesawat dengan total 200 juta dolar AS, Insya Allah PT DI akan hidup lagi," tuturnya. Dalam kesempatan itu Presiden Yudhoyono menyaksikan penandatanganan berita acara penyerahan helikopter N Bell 412 dan pesawat NC-212 kepada TNI AD. Nuril menjelaskan N Bell 412 itu merupakan produksi yang ke-30. Sebelumnya helikopter tersebut juga pernah dipesan oleh pihak swasta, TNI dan diekspor ke luar negeri. Secara keseluruhan PT DI telah memproduksi 173 unit helikopter berbagai jenis. Helikopter yang diserahkan ke TNI AD itu merupakan produksi ke-484 dari seluruh produksi pesawat terbang dan helikopter oleh PT DI, sementara pesawat NC-212 merupakan produksi ke-101 dari produk pesawat PT DI. Selain memproduksi pesawat dan helikopter, masih menurut Nuril, mereka juga membuat roket dan terpedo. Jumlah terpedo yang telah diproduksi mencapai 150 unit dan 25 unit diantaranya digunakan di dalam negeri. PT DI juga memproduksi pesawat N-250 komuter dan pesawat jet N-2130, namun pendanaan untuk pengembangan dua pesawat itu dihentikan menyusul penandatangan letter of intent (Loi) antara Indonesia dengan lembaga dana internasional (IMF). "Dari segi 'financing' saya tahu ada kekurangan dari segi modal, kami sedang pikirkan apa yang dapat dilakukan nanti," kata Presiden. Namun Presiden mengingatkan jika ada suntikan modal, maka perlu ada hitung-hitungan ekonominya seperti kapan modal itu akan kembali. Pemeirntah katanya tidak ingin anggaran menjadi carut marut. Presiden dalam kesempatan itu juga tidak berjanji untuk membeli sesuatu dari PT DI dan BUMN lainnya, namun yang jelas kata Presiden, ia berkomitmen untuk membantu dan merumuskan dengan baik upaya mengembangkan BUMN. (*)

Copyright © ANTARA 2006