Ikhtiar dari kejaksaan untuk reorientasi kebijakan narkotika di Indonesia.
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari mendukung penerapan dua pedoman yang baru dari Jaksa Agung karena dapat membantu mengatasi kelebihan kapasitas (overcrowding) di lembaga permasyarakatan, tetapi juga menjadikan penegakan hukum lebih modern.

Jaksa Agung pada pertengahan tahun dan menjelang akhir tahun mengeluarkan dua pedoman, yaitu Pedoman No. 11/2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Narkotika dan/atau Tindak Pidana Prekursor Narkotika, dan Pedoman No. 18/2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.

“Saya melihatnya ini sebagai suatu kebijakan, ikhtiar dari kejaksaan untuk reorientasi kebijakan narkotika di Indonesia,” kata Taufik Basari pada acara peluncuran dua pedoman Jaksa Agung itu yang diikuti di Jakarta, Senin.

Ia menerangkan masalah kelebihan kapasitas di lembaga permasyarakatan (lapas), yang didominasi oleh narapidana narkotika, bukan hanya tugas Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Alasannya, Kemenkumham, khususnya Direktorat Jenderal Permasyarakatan hanya menangani hilir masalahnya, sementara problem di tingkat hulu seharusnya jadi perhatian seluruh pemangku kepentingan, termasuk kejaksaan, kata Taufik.

“Saya mengatasi masalah overcrowding tidak bisa hanya dibebankan pada Kemenkumham atau Dirjen Lapas, tetapi persoalan ini jadi tanggung jawab bersama, termasuk kejaksaan. Kalau hulu tidak dibenahi tidak selesai,” ujar dia pula.

Oleh karena itu, Taufik mengapresiasi langkah Jaksa Agung yang mendengar masukan dari publik dan organisasi masyarakat sipil terkait penanganan narkotika dan masalah kelebihan kapasitas di lapas.

“Saya mengapresiasi kejaksaan yang selalu terbuka, termasuk kepada masyarakat sipil. Masukan-masukan itu berbuah pada kebijakan konkret,” kata dia.

Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana, saat memberi sambutan pada acara peluncuran, menyampaikan per tahun lalu jumlah tahanan mencapai 270.721 orang, sementara kapasitas penjara hanya 131.931 orang.

“Angka ini menunjukkan kelebihan kapasitas hingga 105 persen. Di sisi lain, 65 persen dari seluruh perkara pidana di Indonesia adalah perkara narkotika,” ujar Fadil.

Dari seluruh perkara narkotika itu, 80 persen kasusnya merupakan penyalahgunaan narkotika.

Dari jumlah itu, 85 persen di antaranya hanya memiliki barang bukti narkotika di bawah 0,7 gram.

Oleh karena itu, Jaksa Agung RI ST Burhanuddin melalui dua pedomannya itu berharap ada reformasi dalam penegakan hukum, sehingga masalah kelebihan kapasitas dapat segera tertangani.
Baca juga: Pakar: Jaksa harus cermat implementasikan pedoman Jaksa Agung
Baca juga: Jaksa Agung keluarkan pedoman tuntutan rehabilitasi pengguna narkotika

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021