Jakarta (ANTARA News) - Stok bahan bakar minyak (BBM) milik PT Pertamina (Persero) mencukupi untuk 28 hari atau di atas rata-rata sebelumnya yang hanya 22-23 hari. Juru bicara Pertamina Mochamad Harun di Jakarta, Rabu, mengatakan, tingginya cadangan tersebut akibat penjualan BBM yang mengalami penurunan 10-15 persen pascakenaikan harga BBM 1 Oktober 2005. "Kalau sebelum kenaikan penjualan BBM mencapai 190 ribu kiloliter per hari, maka sekarang ini hanya 170 ribu kiloliter per liter," katanya. Saat ini, penjualan premium mencapai 39 ribu kiloliter per hari atau 19,4 persen di bawah Daily of Take/DOT (target penjualan harian). Sementara, minyak tanah terjual 32 ribu kiloliter per hari atau sedikit di atas DOT sebesar 29,4 ribu kiloliter per hari dan minyak solar hanya terealisasi 33,9 ribu kiloliter per hari atau turun 52,8 persen dari DOT. "Rendahnya angka penjualan inilah yang mendongkrak tingginya stok BBM Pertamina," katanya. Harun mengharapkan, rendahnya volume impor akan mendorong penurunan harga impor BBM mengingat pada saat ini di Cina juga mengalami "over supply" produk Mogas (Motor Gasoline) dan tingginya stok "middle destilate" di Singapura. Ia mengatakan, apabila harga pasar BBM mengalami penurunan maka Pertamina kembali akan menurunkan harga pada Februari 2006 mengikuti mekanisme pasar. Sementara itu, Direktur Niaga dan Pemasaran Pertamina Arie Sumarno mengatakan, Pertamina akan menambah impor BBM pada bulan Februari 2006 menyusul perbaikan tahunan di Kilang Balongan, Indramayu, Jabar. "Impor Februari akan kita tambah 9-9,2 juta kiloliter atau meningkat 500 ribu-700 ribu kiloliter ketimbang Januari yang 8,5 juta kiloliter," katanya. Padahal, pascakenaikan harga pada 1 Oktober tahun lalu, impor BBM Pertamina terus mengalami penurunan. Pada September 2005, Pertamina mengimpor BBM sebesar 17 juta barel, namun bulan Desember turun 12 juta barel dan turun lagi pada Januari 2006 menjadi 8,5 juta barel. Sebenarnya, Pertamina merencanakan impor BBM bulan Februari kembali dipotong menjadi 7,6 juta barel, namun mengingat perbaikan di Kilang Balongan, Pertamina terpaksa menambah impor komoditas tersebut.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006