Biasanya gerakan radikal ini dalam kotbahnya menanamkan kebencian dan permusuhan kepada negara dan agama lain. Jadi ini tidak bisa dengan khotbah, harus ada tindakan fisik yang paling netral adalah hukum,"
Jakarta (ANTARA News) - Langkah mencegah radikalisme tidak hanya cukup dengan kotbah, sebab para pelaku radikalisme memiliki pola pikir yang berbeda.

"Mengatasi radikalisme tidak cukup hanya ulama yang berkotbah, ulama-ulama moderat sudah tidak mereka anggap lagi karena panutannya adalah Osama," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irjen Pol Ansyaad Mbay dalam diskusi publik Indonesiana tentang mengupas radikalisme disekitar kita di Jakarta, Rabu.

Ansyaad Mbay mengatakan pelaku tindakan radikalisme itu sulit dikalahkan karena mereka punya akses internasional, memiliki pembiayaan, sistematis dan terorganisasi.

"Biasanya gerakan radikal ini dalam kotbahnya menanamkan kebencian dan permusuhan kepada negara dan agama lain. Jadi ini tidak bisa dengan khotbah, harus ada tindakan fisik yang paling netral adalah hukum," katanya.

Ansyaad mengatakan, tidak ada faktor tunggal yang menjadi akar masalah radikalisme sebab yang terjadi adalah korelasi dari semua faktor seperti kemiskinan dan ketidakadilan yang sudah mengkristal.

Gerakan radikalisme di Indonesia menurut Ansyaad Mbay bukan barang impor tapi ada sejak lama atau "home ground" yaitu NII.

Lebih lanjut dia mengatakan, ada dua bentuk radikalisme di Indonesia yaitu radikalisme teroris dan radikalisme nonteroris yang motifnya sama yaitu jihad untuk membentuk negara Islam dan memformalkan syariat Islam sebagai hukum formal.

Menurut dia, saat ini radikal yang teroris dan nonteroris sudah bersatu, karena mereka mengangkat isu lokal sebagai jihad.

Ansyaad juga menanggapi positif jika ada pendekatan politik penting dilakukan dimana dari kelompok radikal masuk dalam partai politik.

"Saya kira banyak partai politik yang platformnya sama dengan mereka, kenapa tidak direkrut saja sebagai anggota partai," kata Ansyaad.
(D016/A011)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011