Jakarta (ANTARA News) - Perempuan rentan menjadi korban pemerkosaan di daerah konflik militer di kawasan ASEAN, seperti yang tercatat dalam kasus Myanmar dan Indonesia.

Dalam lokakarya Konferensi Masyarakat Sipil ASEAN (ACSC)/ Forum Rakyat ASEAN (APF) 2011 tentang Konflik Bersenjata dan Militerisasi Asia Tenggara, mengungkap fakta, pihak militer bahkan kerap kali mendapat "license to rape" di daerah-daerah konflik, demikian menurut siaran pers yang diterima dari panitia ACSC/APF 2011, Rabu.

Liga Perempuan Burma menyatakan Junta Militer Myanmar selalu menolak pengaduan korban perkosaan yang dilakukan oleh pihak militer. Keluarga korban biasanya juga mendapat ancaman karena telah berani melapor.

Kondisi ini membuat banyak perempuan korban pemerkosaan akhirnya melahirkan anak-anak hasil pemerkosaan secara sembunyi-sembunyi.

Kondisi di Indonesia tidak lebih baik, sebagaimana dipresentasikan oleh Poengky Indarti dari LSM Imparsial, bahwa Aceh, Timor Timur, dan Papua memiliki porsi terbesar mengenai kekerasan seksual terhadap perempuan di wilayah konflik militer.

Kekerasan seksual di Papua masih sering terjadi dari 1963 hingga sekarang. Menurut Poengky, situasi ini terjadi antara lain karena budaya, agama, dan sistem patriarki. Selain itu karena tidak ada solusi konflik dan kebijakan yang tepat.

Sementara itu, para perempuan di Thailand Selatan kerap menjadi korban pemerkosaan akibat dari konflik antara pemerintah dan pihak non-pemerintah.

Siaran pers ini merupakan hasil rangkuman oleh Initiatives for International Dialogue/Global Partnership for the Pervention of Armed Conflict-South East Asia (IID/GPAC-SEA).

IID/GPAC-SEA memberikan rekomendasi terhadap isu konflik bersenjata dan militerisasi terhadap kondisi perempuan di wilayah ASEAN

Di antara rekomendasinya juga menyatakan, perempuan harus bersatu di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Perempuan harus mendapat porsi yang lebih banyak dalam pembuatan kebijakan di setiap negara anggota ASEAN.

ACSC/APF 2011 diikuti oleh 1.200 partisipan dari berbagai LSM di kesepuluh negara anggota ASEAN.

LSM yang tergabung mewakili perjuangan kesetaraan gender, keadilan ekonomi, penegakan HAM termasuk hak kaum keterbatasan fisik, hak buruh, serta perlindungan hak waria.

Acara tersebut dilakukan untuk menyongsong pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-18 yang akan diselenggarakan pada 7-8 Mei di Balai Sidang Jakarta.

Saat ini, kerja sama ASEAN sedang menuju tahapan yang lebih integratif dan berwawasan ke depan dengan akan dibentuknya Komunitas ASEAN pada 2015.

Indonesia, selaku Ketua ASEAN 2011, memiliki tiga prioritas dalam KTT tersebut, antara lain pertama memastikan kemajuan signifikan dalam pencapaian Komunitas ASEAN pada 2015.

Kedua, memastikan Asia Tenggara, termasuk wilayah sekitarnya seperti Asia Pasifik, menjadi kawasan yang aman, damai dan stabil sehingga memungkinkan melakukan pembangunan ekonomi.

Ketiga, mempromosikan inisiatif ASEAN pasca-2015 agar siap menghadapi tantangan pada tingkatan global, yaitu Komunitas ASEAN dalam Komunitas Global Bangsa-Bangsa.

Pembentukan Komunitas ASEAN berlandaskan tiga pilar yaitu Komunitas Keamanan, Komunitas Ekonomi, dan Komunitas Sosial Budaya.

ASEAN terdiri dari Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Thailand, dan Vietnam. (IFB/S006/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011