Jakarta (ANTARA News) - Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) membenarkan kajian tim geologis yang menyebutkan telah terjadi penurunan aktivitas semburan lumpur di kawasan bekas proyek PT Lapindo Brantas Inc. sangat signifikan, atau mencapai 90 persen dibandingkan periode 2007-2008, saat semburan tertinggi.

"Semburan saat ini memang sudah turun jauh, sekitar 10.000 hingga 15.000 meter kubik per hari," kata Deputi Operasional BPLS, Soffian Joyopranoto, saat dihubungi, Minggu.

Menurut dia, saat awal semburan lumpur Sidoarjo mencapai 150.000 meter kubik per hari pada 2007-2008, sehingga memang telah terjadi penurunan yang signifikan.

Namun, kata dia, BPLS belum dapat memprediksi kapan semburan akan berhenti total karena harus ada penelitian lapangan yang terukur sebelumnya.

BPLS masih membutuhkan sejumlah laporan terukur dan ilmiah sebelum mengambil tindakan terkait turunnya aktivitas lumpur, misalnya saja menutup semburan maupun mengurangi ketinggian tanggul.

"Ibaratnya, seperti pengeboran eksplorasi minyak, setelah itu tidak kemudian langsung diambil, namun harus ada estimasi layak produksi atau tidak," kata Sofian.

Dia mengatakan, berdasarkan pengamatan BPLS sejak Oktober 2009 volume semburan terus mengalami penurunan, dan pada akhir 2010 tinggal 10.000 hingga 15.000 meter kubik per hari.

Sofian mengatakan, BPLS baru dapat mempertimbangkan untuk mengambil tindakan apabila semburan lumpur itu yakin sudah dapat dikendalikan (manageable) serta tidak akan memberikan ancaman serius ke depannya.

BPLS saat ini masih membutuhkan gambaran lebih lengkap lagi untuk sampai pada kesimpulan semburan lumpur sudah benar-benar menuju tidur sama sekali termasuk uji seismik.

Sebelumnya dalam diskusi "Peringatan Hari Bumi" di Auditorium Museum Geologi Bandung, Penelitian Tim Lusi (Lumpur Sidoarjo), bentukan Badan Geologi, yang meneliti aktivitas semburan lumpur sejak Maret 2007 sampai Juni 2010, menyimpulkan, aktivitas semburan lumpur Lapindo menunjukkan tren menurun.

"Saat ini sudah melewati puncaknya, sehingga dampak tidak akan lebih luas lagi," kata koordinator tim peneliti itu, penyelidik bumi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Akhmad Zaennudin.

Menurut Akhmad, dari pemantauan deformasi, penurunan muka tanah dengan metode GPS dalam rentang tahun itu menunjuk kan ada daerah batas penurunan tersebut. Di luar daerah batas itu tidak terjadi penurunan tanah akibat aktivitas semburan lumpur tersebut.

"Di bagian tengahnya itu bervariasi turunnya, tapi secara konsentrasi kelihatan pusatnya tetap di pusat semburan yang paling tinggi," ujarnya.

Daerah yang menjadi batas penurunan itu berjarak melingkari pusat semburan lumpur dengan radius 1,5 kilometer hingga 1,7 kilometer.

Daerah itu, Akhmad melanjutkan, melingkupi peta terkena dampak yang warganya sudah lebih dulu dipindahkan, termasuk area hunian warga yang dihuni 45 rukun tetangga, yang kini tengah diusulkan pemerintah Jawa Timur untuk dipindahkan.

Penelitian tim itu juga merekam terjadinya tren penurunan aktivitas semburan lumpur. Awalnya hanya sekitar 5.000 meter kubik lumpur per hari dan terus membesar.

Puncaknya terjadi pada pertengahan 2008-2009 dengan semburan sebesar 120 ribu-150 ribu meter kubik per hari. Mulai Desember 2009, volume semburan mulai menurun, sekitar 100.000 meter kubik per hari. Lalu pada Juni 2010 turun lagi sebesar 10.000 hingga 15.000 meter kubik per hari.

Akhmad menduga, material lumpur yang mengental dan mengeras itulah yang berfungsi sebagai penyumbat, yang dampaknya terjadi penurunan debit semburan.

Aktivitas semburan lumpur penyakan terus turun. Akhmad menduga, dalam beberapa tahun ke depan akan mengecil, sekali-kali akan keluar (lumpur), seperti (gunung lumpur) di Karanganyar.

Badan Geologi berencana melakukan uji seismik 3 dimensi untuk mengetahui struktur di bawah tanah lokasi semburan itu. Uji seismik tiga dimensi itu bisa me metakan daerah di bawah semburan lumpur sampai enam kilometer dalamnya.

Hanya, penelitian ini memakai dinamit yang sengaja diledakkan di sejumlah lokasi di seputar semburan lumpur itu. "Sosialisasi soal uji seismik sedang dilakukan kepada warga sekitar," katanya.

Kepala PVMBG Badan Geologi, Dr Surono, menambahkan, peta yang ditunjukkan dalam presentasi itu sudah diserahkan kepada pemerintah. "Peta itu sempat dibahas dalam sidang kabinet yang dipimpin Presiden kemarin," katanya.

Sedangkan, Kepala Badan Geologi, R. Sukhyar, mengatakan bahwa ada tiga jenis bahaya yang dipetakan dari semburan lumpur itu, yakni semburannya sendiri, gas yang keluar, dan amblesan tanah.

Badan Geologi, meneliti soal semburan lumpur itu karena Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral merupakan salah satu penasihat di Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo.

Terkait dengan turunnya aktivitas semburan lumpur Sidoarjo, Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak mengatakan, langkah-langkah perkuatan tanggul akan tetap dilakukan sebelum ada sinyal aktivitas lumpur benar-benar berhenti.

Perkuatan dilakukan di tanggul sebelah Timur dan Utara dari pusat semburan lumpur, kata Hermanto.

Kementerian Pekerjaan Umum (PU) juga terus meningkatkan jalan arteri Porong, serta membuat jalan arteri baru yang saat ini telah menyelesaikan 90 persen pembebasan tanah, kata Hermanto saat dihubungi secara terpisah.
(T.S031)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011