Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menegaskan, dalam penyusunan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) pemerintah harus melibatkan banyak pihak terutama lembaga itu.

"Sampai hari ini, Komnas HAM belum pernah dimintai pandangan dan diajak berbicara secara formal untuk menyusun naskah rancangan RUU KKR," kata Ketua Tim Tindak Lanjut Hasil Penyelidikan Pelanggaran HAM yang Berat sekaligus Wakil Ketua Komnas HAM, Amiruddin, melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.

Padahal, sejak awal seharusnya Komnas HAM sudah dilibatkan. Sebab, jangan sampai draft RUU KKR disusun secara sepihak, namun di kemudian hari mendapat penolakan.

Baca juga: Mahfud-Kemenkumham bahas RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

"Apalagi, pada 2006 Mahkamah Konstitusi pernah membatalkan UU KKR yang telah disahkan oleh pemerintah," kata dia.

Mengingat pentingnya RUU KKR itu, Amiruddin menegaskan sebaiknya pemerintah terbuka sedari awal dalam menyusun naskah rancangan RUU KKR termasuk melibatkan banyak pihak, terutama perwakilan keluarga korban dan korban.

Ia mengatakan hingga hari ini penyelesaian pelanggaran HAM yang berat melalui proses nonyudisial selalu menjadi wacana dari tahun ke tahun. Pemerintah harus mulai menunjukkan langkah dan konsep yang jelas tentang apa yang dimaksud langkah nonyudisial.

Baca juga: PPP: RUU KKR cara selesaikan pelanggaran HAM non-yudisial

KKR adalah mekanisme penyelesaian di luar pengadilan untuk pelanggaran HAM yang berat. Dunia telah mengenal mekanisme ini sejak lama dan sudah ditempuh di berbagai negara misalnya di Afrika Selatan dan Korea Selatan.

Termasuk pula di beberapa negara Amerika Latin setelah pemerintahan-pemerintahan otoriter jatuh oleh gerakan demokratisasi.

Baca juga: MPR apresiasi pemerintah selesaikan kasus HAM melalui RUU KKR

Saat ini, pemerintah diketahui sedang menyempurnakan naskah akademik RUU KKR. UU KKR adalah dasar hukum yang ditujukan untuk menyelesaikan peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi sebelum UU Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM disahkan.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021