Beragam tantangan seperti letak geografis tempat tinggal, ketersediaan transportasi serta mudahnya akses perjalanan untuk masyarakat yang berada di desa mencapai tempat vaksinasi menjadi halangan menjalankan vaksinasi dengan lancar
Jakarta (ANTARA) - Sudah menjadi rahasia umum bila program vaksinasi hingga kini terus digencarkan. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk ikhtiar dalam memerangi sebuah virus bernama SARS-CoV-2 yang memunculkan COVID-19 di seluruh belahan dunia, termasuk di Indonesia.

Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Satgas COVID-19 sejak vaksinasi pertama diberikan hingga 12 Desember 2021, jumlah warga Indonesia yang mendapatkan dosis vaksin pertama telah mencapai 146.489.638 orang.

Sedangkan yang mendapatkan dosis lengkap ada sebanyak 102.910.182 orang dan vaksin dosis ketiga untuk tenaga kesehatan sebanyak 1.257.133 orang.

Tingginya capaian vaksinasi itu, tentunya tak bisa dilepaskan dari perjuangan seluruh tenaga kesehatan. Khususnya para vaksinator yang rela menyisihkan waktu, keringat serta air matanya guna memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat dalam mendapatkan vaksinasi.

Seorang vaksinator dari Yanmed Satkes Denma Markas Besar TNI Jakarta dr. Fitriana Hapsari mengatakan dari lubuk hati terdalam sampai detik ini tidak ada satupun vaksinator yang lelah memberikan vaksin pada masyarakat.

“Sampai detik ini kami tidak pernah merasa lelah. Sama sekali tidak, kami justru bahagia ya dan senang karena vaksin sifatnya preventif, itu mencegah,” kata Fitria.

Mendengar ceritanya selama menjalankan vaksinasi, semangat itu terus membara karena masyarakat cukup kooperatif dan memiliki antusias tinggi untuk bisa melakukan suntik vaksin. Baik di kota maupun desa, mereka berbondong-bondong mengajak keluarga serta tetangganya ke fasilitas kesehatan terdekat.

Namun sayangnya, karena itu jugalah vaksinasi di Indonesia memiliki keunikan tersendiri. Ragam sosial seperti adanya perbedaan lokasi tempat tinggal, menjadi tantangan tersendiri dalam meyakinkan apapun jenis vaksin yang diberikan terjamin baik bagi tubuh.

Bila bicara mengenai luasnya wilayah, tantangan terbesar akan jatuh pada kekuatan jumlah personel. Menyadari vaksin memberikan efek yang berbeda pada setiap individu, pihaknya harus pintar-pintar menyusun jadwal kerja, menggulir para personel dalam bekerja.

Penyusunan jadwal itu, menjadi kunci bagi vaksinator untuk dapat bekerja secara maksimal. Karena dalam sehari, mereka bisa diterjunkan di empat titik lokasi yang berbeda-beda, ujar dia.

Sedangkan dalam keheterogenan masyarakat, Fitria mengakui bahwa di desa meskipun vaksinasi masuk lebih lambat daripada yang disebarkan di kota, warga desa lebih mudah diarahkan dan menerima jenis vaksin yang diberikan.

Dengan senang hati mereka mengikuti alur vaksinasi yang diselenggarakan. Bukan berarti masyarakat kota lebih susah, hanya saja masyarakat kota memiliki lebih banyak pertanyaan dan seringkali memilih-milih jenis vaksin yang diberikan.

Pada titik ini, menurutnya informasi menjadi alasan mengapa masyarakat kota lebih ketat dan mendetail pada vaksin COVID-19.

Akibatnya, tidak jarang dia bersama tim vaksinator lainnya menjelaskan beragam edukasi mengenai vaksin seperti manfaat, perbedaan efikasi vaksin hingga Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI).

Memang membuat vaksinasi di lapangan berjalan sedikit lebih lambat, tapi itu semua selalu dijalankan pihaknya agar vaksinasi terus berjalan dengan lancar juga optimal.

Ketakutan vaksinator

Meski senang dapat mengabdikan diri bagi negeri dalam membantu melindungi masyarakat dari COVID-19, nyatanya bagi Fitria, tanggung jawab yang besar menjadi tantangan bagi seorang vaksinator.

Tanggung jawab itu ialah mencegah terjadinya kesalahpahaman mengenai vaksin COVID-19 pada masyarakat. Hal itu dipicu oleh banyaknya hoaks mengenai KIPI setelah melakukan vaksinasi.

Sehingga mendorong seluruh vaksinator untuk sabar dan tetap tegas dalam menjelaskan mengapa KIPI dapat terjadi kepada masyarakat. Hal itu pulalah, yang hingga kini masih mendominasi alasan masyarakat sering “maju mundur” untuk menyegerakan suntik vaksin. Ketakutan akan efek samping yang menyebabkan merenggangnya nyawa seseorang.

Akhirnya, salah satu upaya yang dilakukan adalah memberikan pemahaman bahwa kematian akibat vaksinasi, disebabkan oleh penyakit bawaan yang diderita oleh seseorang. Bukan dikarenakan suatu kandungan yang ada dalam jenis vaksin tertentu.

“Begini, KIPI itu yang terberat adalah kasus kematian. Nah ini tanggung jawab terbesar saya menjelaskan bahwa untuk angka kematian setelah dia menerima, bukan karena vaksinnya tapi karena penyakit penyertanya,” katanya.

Adapun efek yang ditimbulkan setelah vaksinasi sebenarnya hanya berupa demam, nyeri dan mengantuk saja. Dia membeberkan kalaupun ada gejala seperti bengkak dan kemerahan, petugas akan segera memberikan obat dibarengi dengan edukasi gejala ikutan pasca vaksinasi tersebut.

Hanya saja bersamaan dengan memberikan edukasi itu, masyarakat dengan usia dewasa khususnya yang ada di perkotaan, masih suka menganggap benar adanya bahwa vaksin menimbulkan efek yang berbahaya.

Fitria mengatakan beberapa di antaranya mengeluh timbul gejala seperti sakit kepala. Padahal kemungkinan besar itu terjadi karena sugesti pada diri sendiri akibat tidak siap untuk divaksinasi dan mengalami kepanikan.

“Vaksin itu tergantung tubuh masing-masing. Ada Sinovac yang di tubuhnya bagus dan efeknya tidak bagus,” katanya.

Menanggapi perilaku pilih-pilih vaksin, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 dan Duta Perubahan Perilaku dr. Reisa Broto Asmoro mengatakan semua jenis vaksin yang disuntikan pada tubuh masyarakat telah teruji secara klinis sehingga dapat dipastikan aman dan halal.

Bahkan untuk mempertegas mutu serta khasiat vaksin, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) secara intensif turut melakukan pengkajian terhadap seluruh vaksin yang beredar. Sehingga semua vaksin telah mendapatkan izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization).

Ia menjelaskan banyak jenis vaksin yang beredar, murni disebabkan oleh niat kuat pemerintah mempercepat percepatan vaksinasi ke seluruh lapisan masyarakat. Baik vaksin tersebut dibeli oleh negara, maupun hibah dari negara sahabat.

Oleh sebab itu, untuk dapat lebih cepat mencapai target vaksinasi, diharapkan bagi masyarakat yang belum melakukan vaksinasi untuk segera mendaftarkan diri supaya mendapatkan perlindungan diri yang lebih maksimal dari bahaya penularan COVID-19.

“Walaupun mereknya beragam, tapi tidak perlu pilih-pilih. Karena vaksin yang terbaik adalah vaksin yang langsung kita bisa dapatkan. Pokoknya semua yang sudah mendapatkan kesempatan untuk vaksin segeralah divaksin,” katanya.

Target sasaran pemerintah

Sampai hari ini pemerintah masih menargetkan sebanyak 208.265.720 warga Indonesia untuk divaksinasi. Reisa mengatakan, target tersebut akan menyasar seluruh lapisan masyarakat termasuk orang-orang yang masuk dalam kelompok rentan.

Kelompok rentan itu meliputi penduduk lanjut usia (lansia) dan penyandang disabilitas yang membutuhkan bantuan untuk bisa mengikuti kegiatan vaksinasi, yang saat ini dijadikan sebagai prioritas penerima vaksin karena cakupannya yang masih terbilang rendah.

Sedangkan menurut Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan pihaknya terus mendorong vaksinasi di daerah berjalan dengan menyasar daerah dengan kondisi plural.

"Kita mulai masuk ke daerah-daerah yang sifatnya plural dan tentunya memiliki tantangan-tantangan," katanya.

Nadia menuturkan meski itikad baik pemerintah menyasar vaksinasi hingga ke pelosok negeri, hal tersebut tak mudah untuk dilakukan.

Beragam tantangan seperti letak geografis tempat tinggal, ketersediaan transportasi serta mudahnya akses perjalanan untuk masyarakat yang berada di desa mencapai tempat vaksinasi menjadi halangan menjalankan vaksinasi dengan lancar.

Bukan karangan semata, bila terkadang pemerintah juga harus mengarungi derasnya sungai atau laut untuk bisa mencapai daerah terpencil di luar sudut ibu kota, guna memberikan hak warga negara untuk dapat hidup dengan sehat.

Oleh sebab itulah, Nadia dengan tulus meminta semua pihak untuk tidak memilih-milih jenis vaksin yang diberikan, apalagi dunia kini kedatangan varian baru bernama Omicron.

Ia beranggapan, dengan melakukan vaksinasi COVID-19 sesegera mungkin, dapat menutup celah bagi Omicron untuk dapat masuk ke Indonesia dan membebaskan negara dari pandemi COVID-19 yang sudah hampir dua tahun lebih menerpa bangsa.

"Maka itu menjadi penting bahwa saat ini kita menyegerakan saudara-saudara kita yang belum mendapatkan vaksinasi dosis satu, dosis kedua supaya tadi tidak ada celah tadi untuk si virus berkembang kemudian menyesuaikan dan menghasilkan varian baru," katanya.

Hingga 13 Desember 2021, pemerintah terus melakukan edukasi dan menambah stok vaksin COVID-19 untuk diberikan pada masyarakat. Hal tersebut terus didorong cakupannya, demi terbentuknya kekebalan tubuh warga negara dan membebaskan diri dari COVID-19.

Baca juga: Vaksinator akui masih kesulitan vaksin warga asli Papua

Baca juga: Presiden apresiasi tim vaksinator gunakan perahu untuk tembus banjir

Baca juga: Ahli: Vaksinator di semua faskes harus diberi perlindungan penuh





 

Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021