Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia meminta perbankan dan lembaga keuangan lainnya mewaspadai maraknya jaringan sindikat pembobol dana yang semakin canggih operasinya.

"Dari berbagai kasus yang muncul belakangan ini, terlihat bahwa mereka adalah jaringan sindikat yang bergerak dengan sangat terencana dan dengan modus yang canggih," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah di Jakarta, Kamis.

Menurutnya, sindikat tersebut seperti yang beraksi di Bank Mega menggunakan modus memakai perusahaan BUMN dan Pemerintah Daerah, dimana kasus itu dapat diungkap dari sisi tindak pidana korupsi dan tindak pidana perbankan.

Namun beberapa pihak melihat sindikat ini juga menggunakan modus pencucian uang atau money laundering yang membuat uang yang mereka bobol sulit dilacak karena telah disebar ke berbagai tempat lain.

Dalam kasus pembobolan dana PT Elnusa Rp111 miliar di Bank Mega, dugaan praktek money laundering terlihat saat Kantor Cabang Bank Mega mengubah perintah penempatan dana ke deposito berjangka menjadi deposito on call.

Dugaan money laundring semakin terlihat ketika dana itu kemudian dikirim ke dua perusahaan investasi keuangan yaitu Harvestindo dan Giro Discovery Indonesia.

"Memang ada indikasi penggelapan dana yang kemudian disebar untuk menghilangkan jejak. Hal serupa dialami dana Pemkab Batubara," kata Halim.

Pengungkapan kasus seperti ini, oleh sejumlah pakar anti money laundering hanya bisa terbongkar tuntas jika pihak berwajib menggunakan tindak pidana anti pencucian uang yang melacak rekening-rekening penerima dana itu.

Kalau hanya dengan tindak pidana korupsi dan pidana perbankan hanya pejabat pemerintah dan banknya yang akan kena.

Dengan meningkatnya kasus pembobolan dana oleh sindikat ini, Halim mengingatkan perbankan untuk memperketat penerapan aturan Know Your Customer (KYC) yang bisa mendeteksi dugaan adanya transaksi yang mencurigakan yang dilakukan oleh beberapa pihak.

Halim juga meminta bank untuk melaksanakan dengan ketat

Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.11/28/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum yang dikeluarkan untuk memerangi praktek pencucian uang.

Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah atau lebih dikenal umum dengan Know Your Customer Principle (KYC Principle) ini didasari pertimbangan bahwa KYC tidak saja penting dalam rangka pemberantasan pencucian uang, melainkan juga dalam rangka penerapan prudential banking untuk melindungi bank dari berbagai risiko dalam berhubungan dengan nasabah dan counter-party.

Sementara itu, pengamat ekonomi Ryan Kiryanto mengatakan bank-bank harus menerapkan prinsip KYC secara konsisten dan disiplin tanpa pandang bulu.

"Lebih dari itu, perbaikan sistem pengendalian dan pengawasan internal juga harus dilakukan. Mutasi dan rotasi pegawai secara berkala harus dilakukan. Sistem manajemen risiko juga harus ditingkatkan kualitasnya," katanya.

Selain itu, pakta integritas harus diterapkan dibarengi dengan reward and punishment sistem yang baik dan itu semua ada pada domain bank-bank.

"BI tidak bisa menjangkau sampai teknis operasional bank. BI hanya bisa melakukan pengawasan tidak langsung dalam bentuk offsite supervisory. Pengawasan langsung atau on site supervisory baru dilakukan kalau ada bank yang patut diduga mengalami problem serius," katanya.(*)

(T. D012/S019)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011