Jajak pendapat rakyat Timtim 30 Agustus 1999 --yang dimenangkan kelompok pro-kemerdekaan dan selanjutnya memicu gelombang pengungsian ribuan rakyat Timtim ke wilayah NTT-- menyisakan dendam di antara sesama warga Timtim yang berbeda haluan politik, k
Atambua, NTT (ANTARA News)- Konflik horizontal antarwarga masyarakat di tapal batas darat Republik Indonesia (RI) dengan Timor Timur (Timtim) sulit berakhir, apalagi antara eks pengungsi Timtim yang bermukim di perbatasan dengan saudara-saudara mereka di wilayah Negara Timtim. Masalahnya, kata tokoh masyarakat Belu Drs Nikolaus Tnano, di Atambua, Sabtu, hasil jajak pendapat rakyat Timtim 30 Agustus 1999 --yang dimenangkan kelompok pro-kemerdekaan dan selanjutnya memicu gelombang pengungsian ribuan rakyat Timtim ke wilayah NTT-- menyisakan dendam di antara sesama warga Timtim yang berbeda haluan politik. Pandangan itu dikemukakan Thano mengomentari insiden penembakan tiga warga sipil Kabupaten Belu, Stanis Maubere (48), Jose Mausorte (38) dan Candido Mariano (26) di Sungai Malibaca, Kecamatan Raihat yang berbatasan dengan Timtim pada Jumat (6/1) oleh Kepolosian Nasional Timtim (PNTL). Menurut dia, dendam politik itu menjadikan wilayah perbatasan sebagai area konflik sehingga semakin mempertajam permusuhan. Konflik ini, sambungnya, akan terus terjadi dan sulit berakhir selama ribuan warga eks pengungsi itu masih tetap bermukim di wilayah tapal batas. Bagi masyarakat lokal di perbatasan kabupaten Belu, persoalan masa lalu Timtim seperti konflik politik, perang saudara dan pengungsian sudah dianggap sebagai sejarah masa lalu. Namun bagi para eks pengungsi Timtim, persoalan masa lalu itu akan terus terbawa dalam keseharian hidup mereka, sehingga sekecil apapun masalah yang terjadi di perbatasan antara eks pengungsi dengan masyarakat Timtim akan menjadi konflik besar, krusial dan dapat menelan korban jiwa. Bahkan, lanjutnya, selama ini, baik pengungsi maupun masyarakat Timtim hanya menunggu kesempatan untuk bertikai lagi dan lokasi yang paling krusial bagi terjadinya pertikaian itu adalah tapal batas darat RI dengan Timtim. Menurut Sekretaris Umum Pusat Pastoral Keuskupan Atambua ini, jalan terbaik untuk mengurangi konflik di tapal batas antarorang-orang kelahiran Timtim adalah melanjutkan rekonsiliasi dan repatriasi. Pemerintah Timtim juga diminta berikap jelas dan tegas, semisal memberikan amnesti bagi para mantan pejuang integrasi yang kini bermukim di Timor bagian Barat, wilayah Provinsi NTT. Dia menjelaskan, tiga warga sipil Desa Tohe, Kecamatan Raihat yang ditembak PNTL, jika dilihat dari nama maka mereka adalah eks pengungsi Timtim. Ketika dihadang PNTL yang berpatroli di dekat Sungai Malibaca, perasaan dendam kesumat berkobar sehingga terjadi adu mulut dengan PNTL. Dua orang rekan korban berhasil menyelamatkan diri.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006