Jakarta (ANTARA) - Konferensi tingkat tinggi (KTT) adalah sejenis pertemuan puncak yang dihadiri sejumlah kepala negara atau kepala pemerintahan. Konferensi seperti ini, yang diadakan besar-besaran, diliput oleh media internasional, dengan agenda yang telah ditentukan, dan pengamanan yang sangat ketat, memiliki prinsip-prinsip yang harus dipatuhi oleh para pesertanya.

Para kepala negara/pemerintahan memandang perlu untuk mengadakan atau menghadiri undangan KTT untuk menegosiasikan upaya diplomatik, meningkatkan hubungan dan kerja sama, atau meredakan ketegangan.

Selain KTT, juga ada pertemuan tingkat pejabat tinggi, baik di tingkat internasional, regional atau bilateral.

Baru-baru ini Presiden Joko Widodo menghadiri KTT Group of Twenty (G20). Setelah KTT G20 di Roma, Italia, Indonesia menerima keketuaan atau presidensi G20 dari Italia untuk setahun ke depan yang dimulai 1 Desember 2021.

Di tingkat regional ASEAN, Presiden Jokowi menghadiri KTT ASEAN ke-38 dan 39 yang digelar pada 26-28 Oktober 2021. Ini adalah KTT pertama di bawah keketuaan Brunei Darussalam yang menggantikan Vietnam. KTT ke-38 diselenggarakan back-to-back dengan KTT ke-39 dan seluruh rangkaian acara dilakukan secara virtual.

Di level bilateral, belum lama ini Presiden Jokowi juga mengadakan sejumlah pertemuan, antara lain dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Putera Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed Bin Zayed Al Nahyan dan Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yakoob.

Pada April lalu di Jakarta, Presiden Jokowi membahas empat hal, yakni isu kesehatan, kerja sama ekonomi, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan perkembangan kondisi Myanmar saat bertemu dengan PM Vietnam Pham Minh Chinh. Kunjungan Chinh ke Indonesia merupakan lawatannya yang pertama ke luar negeri setelah dilantik pada 5 April 2021.

Sebelum KTT atau pertemuan bilateral terjadi, para menteri luar negeri atau pejabat tinggi biasanya bertemu terlebih dahulu guna membahas berbagai isu yang akan dibicarakan oleh para pemimpin mereka.

Menyusul pertemuan-pertemuan tingkat pejabat senior, Ketua Majelis Nasional Vietnam Vuong Dinh Hue mewujudkan kunjungan ke Korea Selatan pada 12-15 Desember 2021 atas undangan Ketua Majelis Nasional Korea Selatan Park Byeong Seug. Juga atas undangan Ketua Senat India Vankaiah Naidu, Voung Dinh Hue akan ke India setelah dari Korea Selatan hingga 19 Desember.

Kunjungan Ketua Majelis Nasional Vietnam itu merupakan lawatan pemimpin senior Vietnam pertama ke Korea Selatan setelah Vietnam memiliki pemerintahan baru.

Apa yang dilakukan Ketua Majelis itu adalah contoh bagaimana negara-negara atau dua negara harus memegang teguh prinsip-prinsip untuk meningkatkan hubungan dan kerjasama.

Sudah menjadi tradisi di Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), para kepala negara atau pemerintahan saling berkunjung untuk meningkatkan hubungan dan kerja sama, yang didahului pertemuan setingkat menlu dan pejabat senior. Para pemimpin ASEAN juga sering memanfaatkan forum-forum internasional untuk bertemu.

Mitra Dagang

Diberitakan bahwa Korea Selatan merupakan mitra dagang terbesar kedua Vietnam dengan total nilai perdagangan tahun 2019 mencapai 66,6 miliar dolar AS. Kedua negara menargetkan nilainya 100 miliar dolar AS (Rp1.435,6 triliun).

Korea Selatan juga menanam modal asing (foreign direct investment/FDI) di Vietnam dengan nilai keseluruhan mencapai hampir 70 miliar dolar AS dengan lebih dari 8.000 proyek di banyak lokasi, menurut data 2020.

Vietnam dan Korea Selatan akan merayakan ulang tahun ke-30 hubungan diplomatik tahun depan. Hanoi menjalin hubungan diplomatik dengan Seoul pada 22 Desember 1992.

Kedua negara memelihara pertukaran reguler delegasi dan kontak-kontak bilateral di semua tingkatan. Khususnya pada bulan-bulan pertama 2020, akibat dampak pandemi COVID-19, banyak kegiatan pertukaran delegasi di semua tingkatan ditangguhkan. Walau demikian, kontak-kontak bilateral masih dilakukan secara virtual atau daring dan pembicaraan melalui telepon.

Pada Mei, Korea Selatan mencapai kesepakatan dengan perusahaan farmasi Moderna dan Novavax untuk memproduksi vaksin COVID-19 di Vietnam. PM Vietnam Pham Minh Chinh dan rekan sejawatnya dari Korea Selatan pada Juli sepakat untuk berkoodinasi erat dalam alih teknologi dan riset produksi vaksin COVID-19.

Sementara itu, Vietnam dan India sedang merampungkan Kemitraan Strategis Komprehensif di banyak bidang, khususnya politik, pertahanan, keamanan, ekonomi dan perdagangan.

Perdagangan bilateral kedua negara mencapai 10,68 miliar dolar AS pada 2020 dan hampir mencapai 11 miliar dolar AS dalam 10 bulan pertama tahun ini.

India telah menyediakan peralatan medis untuk Vietnam selama pandemi COVID-19 dan akan mendukung vaksin COVID-19 dan obat-obatan di masa mendatang.

Presiden Vietnam Nguyen Xuan Phuc menekankan bahwa Vietnam mengapresiasi peran dan suara India di banyak bidang, khususnya mengenai isu Laut China Selatan, dan menginginkan kedua negara yang akan merayakan ulang tahun ke-50 hubungan diplomatik pada 2022 itu bekerja erat, saling dukung di forum-forum multilateral, seperti ASEAN, PBB, dan Dewan Keamanan PBB ketika keduanya menjadi anggota tidak tetap dewan itu.

Ketika bertemu dengan Dubes India untuk Vietnam Pranay Verma, Presiden Nguyen Xuan Phuc menyinggung kerjasama ekonomi dan perdagangan kedua negara. Dia mengusulkan pemerintah India membuka pintu bagi produk-produk Vietnam khususnya produk pertanian.

Kedua pihak perlu kerja sama dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan praktis dan berarti untuk merayakan hari ulang tahun ke-50 hubungan diplomatik, aktif mempromosikan implementasi program aksi untuk melaksanakan Kemitraan Strategis Komprehensif untuk periode 2021-2023 yang sudah disepakati.

Dikatakannya, Vietnam menyambut baik bisnis India, mempromosikan investasi di Vietnam di berbagai sektor yang menjadi andalan India seperti teknologi manufaktur dan pemrosesan, industri suku cadang otomobil, teknologi komunikasi dan informasi, energi daur ulang, pertanian hi-tech dan inovasi kreatif.

Prinsip-prinsip Pertemuan

Dalam konteks pertemuan tingkat tinggi yang dihadiri Presiden Jokowi dan para pemimpin lain, atau pertemuan bilateral pemimpin negara, mereka berinteraksi berdasarkan setidaknya tiga prinsip: saling menghormati (mutual respect), koeksistensi damai (peaceful coexistence), dan kerja sama saling menguntungkan (win-win cooperation).

Sepuluh negara anggota ASEAN --Indonesia, Vietnam, Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, Thailand, Kamboja, Laos, Filipina, dan Myanmar-- memegang teguh prinsip-prinsip tersebut dalam berdiplomasi dan berinteraksi antaranggota berdasarkan kesepakatan internal.

Korea Selatan dan India adalah mitra wicara (dialogue partners) ASEAN selain AS, Australia, Jepang, Kanada, Rusia, Selandia Baru, China, Uni Eropa dan PBB. Dalam hubungan dan kerja sama tersebut, ASEAN harus menjadi driving force yang memprakarsai arah kerja sama dan tetap mempertahankan prinsip sentralitas dalam mengupayakan hasil kerja sama yang strategis, konkret dan bermanfaat.

ASEAN yang dibentuk pada 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand, menerapkan norma dan prinsip-prinsip nonintervensi, penyelesaian sengketa secara damai, tindakan nonkonfrontatif terhadap konflik dan menekankan pada musyawarah dan mufakat.

Walaupun banyak dikritik oleh negara-negara Barat sebagai sesuatu yang inkonsisten, konsep dan gaya ASEAN Way --manajemen konflik negara-negara di Asia Tenggara-- dapat mengakomodasi kebutuhan kawasan.

Berbeda dari konsep legalisasi Barat yang dinilai kaku, cara-cara informal di ASEAN sejauh ini dapat mengatur konflik di antara negara-negara Asia Tenggara.

*Mohammad Anthoni adalah wartawan ANTARA pada 1990-2019

Copyright © ANTARA 2021