Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali menegaskan, tidak ada pertentangan antara Islam dengan nasionalisme dan PPP selalu berupaya menanamkan pemahaman tersebut kepada seluruh rakyat Indonesia.

Saat menjadi pembicara kunci dalam seminar tentang "Islam, Nasionalisme dan Masa Depan Bangsa Indonesia" di gedung DPR Jakarta, Rabu, Suryadharma menegaskan bahwa fenomena semakin merosotnya rasa nasionalisme di kalangan anak bangsa saat ini sudah sedemikian memprihatinkan.

Karenanya, Suryadharma Ali yang juga Menteri Agama itu menambahkan, diperlukan satu upaya menyadarkan kembali pemahaman atas makna nasionalisme dan kebangsaan, khususnya di kalangan umat Islam.

"Dalam konteks itu, kita semua harus paham dan sepakat bahwa negara kesatuan RI sudah final dan tidak bisa di kotak-katik lagi oleh siapa pun," ujarnya.

Demikian pula dengan ajaran Islam, menurut Suryadharma, tidak ada pertentangan diantara Islam dengan nasionalisme dan partai berlambang Ka`bah yang saat ini dipimpinnya akan terus berupaya memberi pemahaman yang benar kepada umat Islam.

Senada dengan Suryadharma, Sekjen DPP PPP yang juga Ketua FPPP MPR RI Irgan Chairul Mahfiz mengemukakan bahwa penegasan tidak adanya pertentangan antara Islam dengan nasionalisme bangsa ini sangat diperlukan mengingat pada akhir-akhir ini banyak bermunculan stigmatisasi negatif terhadap Islam di Indonesia melalui isu terorisme dan Negara Islam Indonesia (NII).

Di samping itu, ia menambahkan, Islam semakin banyak tersudutkan dengan berkembangnya kelompok "sempalan" yang hanya mengartikan Islam secara sempit sehingga berimplikasi semakin menguatkan stigma negatif itu.

Irgan mengemukakan bahwa PPP harus berkontribusi memperkokoh semangat nasionalisme dan kebangsaan itu dalam kehidupan umat Islam demi tegaknya NKRI.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin yang menjadi salah satu pembicara dalam seminar itu menyatakan bahwa dialektika Islam dan nasionalisme pasca amandemen konstitusi telah membentuk pola hubungan sinergis yang lebih tegas dalam pengertian saling mengisi dan saling membutuhkan (simbiosis mutualisme) antara Islam dan negara.

Hal tersebut dapat dilihat dari semangat dan filosofi yang terkandung dalam UUD bersumber dari nilai-nilai agama.

"Konsep dasar seperti keadilan sosial, kedaulatan rakyat, HAM, permusyawaratan dan lain sebagainya merupakan konsep yang tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai ketuhanan yang bersumber dari agama yang ada di Indonesia," ujarnya.

Selain itu, ia menambahkan, tidak ada satu ayat pun dalam konstitusi yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan, baik secara implisit maupun eksplisit. Lebih dari itu, konstitusi secara tegas menentukan agar Indonesia menjadi bangsa yang berketuhanan serta menolak atheisme, komunisme dan paham-paham lain yang anti Tuhan.
(D011)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011