Jakarta (ANTARA News) - Dari tiga importir film asing yang memiliki tagihan bea masuk royalti, hanya satu yang sudah menyelesaikan kewajibannya yang sebesar Rp9 miliar.

"Yang satu sudah bayar tagihan sekitar Rp9 miliar, mereka sudah melakukan importasi tapi harus sesuai dengan aturan yang ada," kata Dirjen Bea dan Cukai Agung Kuswandono di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, importir tersebut telah membayar tagihan namun belum membayar denda karena sedang menunggu proses banding di pengadilan pajak, sedangkan dua importir film lain belum membayar tagihan.

"Itu hanya tagihan pokok, dia kan sudah ajukan banding. Yang dua belum. Karena yang satu itu sudah ajukan banding, dengan banding itu mereka selesaikan secara hukum," ujarnya.

Agung juga mempersilahkan importir tersebut untuk melakukan impor film sesuai aturan yang berlaku walaupun proses hukum saat ini sedang berjalan.

Ia menegaskan, Dirjen Bea dan Cukai akan tetap menegakkan aturan perpajakan terutama terkait bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) serta membantah keterlibatan pegawainya dalam masalah ini.

"Pemerintah menaruh `concern` yang sangat serius tentang ini karena kalau terkait dengan bea cukai, bea cukai membuka isu ini dengan menerapkan bea masuk dan PDRI secara benar sesuai aturan yang berlaku, jadi sekarang terserah publik mana yang terindikasi atau tidak," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan saat ini ada tiga importir film yang diduga telah menunggak royalti kepada pemerintah senilai Rp31 miliar beserta denda.

Menkeu tidak mengatakan importir film mana sajakah yang belum membayar kewajiban bea royalti tersebut kepada pemerintah.

Menurut dia, selama ini dalam mengimpor film dan berdasarkan UU nomor 10 tahun 1995 yang telah diubah dengan UU nomor 17 tahun 2006 tentang kepabeanan, importir dikenakan bea masuk, pajak penghasilan pasal 22 serta pajak pertambahan nilai.

Namun, ia menambahkan masih ada biaya atau nilai berupa royalti dan biaya lisensi yang harus dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung sebagai persyaratan jual beli barang impor yang dinilai oleh importir.

Royalti dan biaya lisensi tersebut harus harus dibayar sepanjang belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar dari barang impor yang bersangkutan.

"Sejak UU tahun 1995, banyak komponen royalti tidak dibayar, karena kalau film itu diputar dan dieksploitasi ada pembayaran royalti berupa PPh 26 dan PPN. Itu mesti dijaga, jadi bukan hanya (membayar) atas kopi film secara fisik," ujarnya.

(S034/C004)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011