Surabaya (ANTARA News) - Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya, Jawa Timur, mulai menyelidiki kasus pencoretan bendera Merah Putih yang dilakukan oknum siswa ketika konvoi merayakan kelulusan pelajar SLTA.

Kepala Intel Reserse Mobile di Satuan Reserse Kriminal (Kanit Resmob Satreskrim) Polrestabes Surabaya, AKP Agung Pribadi, mengatakan bahwa timnya akan mendatangi salah satu sekolah swasta di kawasan Jalan Jojoran, Surabaya, Jumat.

"Kami sudah mendapatkan informasi bahwa yang mengibarkan bendera merah putih dicoret-coret itu siswa dari SMK di kawasan Jojoran. Kami akan mendatangi dan memintai keterangannya," ujar Agung Pribadi ketika dikonfirmasi wartawan.

Agung belum bersedia menyebut siswa pelaku pencoretan bendera bertuliskan "Lulus 45" saat arak-arakan sepeda motor di Jalan Gubernur Suryo, tepat di depan Gedung Grahadi, Rabu, 18 Mei 2011. Namun diduga, siswa tersebut berasal dari SMK 45 Surabaya.

Upaya pengembangan lainnya, polisi juga sudah memintai keterangan seorang pelajar berinisial FN, sebuah siswa SMK di kawasan Jalan Kapas Lor, Surabaya. Hanya saja, status yang ditetapkan masih sebatas saksi.

Polisi mengamankannya berdasar dari deteksi nomor kendaraan yang ditumpanginya.

Kepada penyidik, FN mengaku tidak membawa bendera merah putih ketika konvoi, terlebih mencoretnya. Ia mengaku sedang menyetir motor yang bersama rekannya, berinisial MD.

"Mana mungkin saya bawa bendera, sebab posisinya nyetir," kata FN kepada penyidik di ruangan Unit Resmob Satreskrim Polrestabes Surabaya, Kamis, 19 Mei 2011.

FN mengaku berangkat dari sekolahnya sekitar pukul 10.00 WIB, usai pengumuman kelulusan, 18 Mei 2011. Bersama rekan-rekannya, ia berkonvoi mengitari kawasan Jalan Kenjeran, Jalan Ambengan, dan Jalan Simpang Dukuh. Tepat di depan Grahadi, ia bertemu dengan rombongan konvoi lainnya.

Sementara itu, Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Coki Manurung, mengaku prihatin dengan sikap coret-coret bendera merah putih tersebut. Menurut dia, aksi itu sama halnya dengan penghinaan terhadap simbol negara.

"Bisa dikatakan aksi itu sebagai penistaan terhadap simbol negara. Tapi itu tidak mesti harus diselesaikan dengan pasal pidana. Kami akan mengedepankan pendekatan pembinaan dan pemanggilan orang tua agar kejadian serupa tidak terulang lagi," ucapnya menambahkan.
(T.KR-MSW/C004)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011