Samarinda (ANTARA News) - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia mengeluhkan Indonesia masih banyak mengimpor produk pertanian padahal Indonesia dikenal sebagai negara agraris.

"Beras, gula, kedelai dan jagung masih impor, padahal kita negera agraris," kata Ketua Umum HKTI Oesman Sapta saat pelantikan pengurus HKTI Kaltim di Samarinda, Minggu.

Pada Musyawarah Daerah HKTI Kaltim, Prof. Andi Zam Petalolo terpilih menjadi Ketua HKTI Kaltim, mengalahkan dua kandidat lainnya.

Tahun 2010, impor kedelai meningkat mendekati satu juta ton dari 3,64 juta ton pada 2009 menjadi 4,61 juta ton. Tahun ini, impor juga diperkirakan akan naik mengingat laju permintaannya tinggi.

Sementara itu, pada tahun ini Bulog belum berencana mengimpor beras walau pada tahun-tahun sebelumnya pernah melakukan.

Untuk gula sebelumnya Kementerian Perdagangan pernah mengeluarkan izin impor gula kristal putih sebanyak 450 ribu ton untuk memenuhi kebutuhan komoditas tersebut pada lima bulan pertama tahun 2011.

Oesman Sapta mengatakan jika Indonesia melakukan impor maka akan mengakibatkan kehilangan devisa triliunan rupiah.

Untuk meningkatkan produk pertanian, Oesman antara lain meminta agar UU Perlindungan Petani segera disetujui dan disahkan.

Ia mengatakan jika petani merasa dilindungi maka petani akan semakin bergairah berusaha. Hal ini tentu dapat meningkatkan produksi dan pendapatan petani.

Jika tidak dilindungi maka akan mengurangi insentif bagi masyarakat yang ingin bertani.

Pada kesempatan itu, Oesman juga mengajak generasi muda agar mau terjun ke dunia pertanian.

Oesman mengatakan bahwa dia baru saja dari Brazil dan disana cukup banyak pemuda yang bertani.

Namun demikian Oesman kembali meminta pemerintah agar memberikan insentif yang menarik bagi pertanian sehingga makin banyak orang yang bertani.

Sebelumnya Ketua Harian Sutrisno Iwantono mengatakan banyak upaya yang dapat dilakukan agar pertanian menjadi menarik dan upaya untuk meningkatkan produk pertanian.

Antara lain memperbaiki irigrasi, pengadaan pupuk yang tepat baik waktu maupun jumlah, dan juga kemudahan akses modal. (*)
(T.U002/B/A011)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011