Jakarta (ANTARA News)- Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Mahadi Sinambela memenuhi panggilan penyidik Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tim Tastipikor) untuk dimintai keterangan sebagai saksi kasus dugaan korupsi di Gelora Senayan terkait perpanjangan hak guna bangunan (HGB) Hotel Hilton. Mahadi diperiksa penyidik di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu, didampingi tiga pengacaranya Junaidi Matondang, Nizammudin, dan Novirianto. Kepada wartawan, Mahadi yang sekarang duduk sebagai wakil rakyat di DPR RI itu mengaku dimintai keterangan mengenai surat yang diterbitkannya kala menjabat sebagai Wakil Ketua I Badan Pengelola Gelora Senayan (BPGS) yang ditujukan ke Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) juga PT Indobuild.Co selaku pengelola Hotel Hilton. "Dalam surat itu saya memperingatkan agar proses perpanjangan HGB harus melibatkan BPGS," kata Mahadi usai diperiksa. Dalam proses perpanjangan HGB Hilton, Mensesneg (kala itu) Muladi mengeluarkan surat yang menurut Mahadi tidak bertentangan sebagaimana dipertanyakan penyidik, karena isinya adalah Muladi memberikan ijin perpanjangan HGB dengan syarat diproses sesuai prosedur yang berlaku. "Ketentuan yang berlaku itu adalah proses dibuat dulu kerjasama dengan BPGS karena dia termasuk dalam HPL (Hak Pengelolaan Lahan-red) sesuai dengan Keppres dan Keputusan Kepala BPN Pusat tahun 1989)," kata Mahadi yang mengenakan setelah safari warna coklat itu. Menurut Mahadi, permasalahan dalam pengelolaan Senayan itu, adalah perpanjangan HGB Hilton oleh Indobuild.Co yang tidak sesuai prosedur karena tidak di atas HPL. "Jadi syarat BPN Kanwil DKI Jakarta tidak mempertimbangan itu milik HPL." Disinggung mengenai pihak yang seharusnya bertanggung jawab apakah BPN atau Indobuild.Co, Mahadi mengatakan keduanya memiliki partisipasi yang sama di mana Indobuild.Co pihak yang mengusulkan dan BPN sebagai pihak yang memutuskan. Mahadi menjelaskan, semua surat yang berkaitan dengan HPL dikeluarkan pada 1989, lama setelah HGB Indobuild.Co diterbitkan pada tahun 1973. "Begitu HGB berakhir, berarti perpanjangannya di atas HPL," katanya. Ia menambahkan, seluruh tanah yang berada di kawasan Gelora Senayan ditertibkan menjadi satu HPL merupakan kebijakan Presiden saat itu yaitu Soeharto.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006