Surabaya (ANTARA News) - Islam tidak memperkenankan atau melarang aksi jahit mulut seperti yang dilakukan lima orang perwakilan korban SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) untuk menuntut ganti rugi, mengingat Islam melarang cara berjuang dengan menyakiti diri sendiri. "Islam itu tidak mengenal perjuangan dengan cara menyakiti diri, tapi Islam mengajarkan proses perjuangan secara bertahap dan dengan cara yang ma`ruf (baik)," kata Ketua PWNU Jatim, KH Drs Ali MaschanMoesa MSi kepada ANTARA di Surabaya, Kamis pagi. Pengasuh Pesantren Luhur "Al-Husna" Jemurwonosari, Surabaya, itu mengemukakan hal itu menanggapi aksi jahit mulut yang dilakukan M Safrudin (42) dan Romli (39) asal Bogor, Nurdin (39) asal Bandung, Jajang Suparman asal Cianjur, dan Parman asal Sumedang di Posko Selamatkan Rakyat Indonesia (SRI) Jalan Diponegoro 58, Menteng, Jakarta Pusat. Aksi mogok makan dengan menjahit mulut di sebelah ujung kanan dan kiri itu dilakukan sejak 28 Desember 2005. Mereka menuntut PLN agar memberi ganti rugi terkait pembangunan SUTET yang melintasi Bandung, Bogor, Cianjur, Sumedang, Cirebon, Majalengka, hingga Jepara dan Klaten. Menurut Ali Maschan yang juga dosen IAIN Sunan Ampel itu, perjuangan secara bertahap dan dengan cara yang ma`ruf sebagaimana diajarkan Islam itu berarti jika hasil perjuangan tak bisa mencapai 100 persen, maka hasil perjuangan yang hanya 50 persen harus diterima lebih dulu. "Saya tahu, tujuan mereka baik dan mereka sudah putus asa, karena DPR dan pemerintah tak mau mendengarkan aspirasi rakyat kecil, sehingga mereka menempuh cara revolusi dengan menciptakan martir melalui aksi jahit mulut agar ada perhatian dari orang yang di atas, bahkan DPR dan pejabat pemerintah justru banyak yang foya-foya," katanya. Namun, katanya, tujuan yang baik dalam perjuangan tak boleh dilakukan dengan cara-cara yang tidak baik dan menyakiti diri sendiri. "Jadi, tujuan mereka itu baik, tapi cara yang dilakukan tidak dibenarkan agama," katanya. Ketika ditanya kemungkinan perjuangan mereka dapat diidentikkan dengan jihad dalam memperbaiki nasib, ia mengatakan jihad itu dilakukan dengan niat untuk Allah SWT, sedangkan niat pelaku aksi jahit mulut belum diketahui kepentingannya. "Kalau perjuangan untuk perbaikan nasib itu bukan jihad, tapi amar ma`ruf nahi munkar. Kalau memang amar ma`ruf nahi munkar tentu harus dilakukan dengan cara-cara yang ma`ruf pula serta prosesnya pun bertahap," kata kandidat doktor di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu. (*)

Copyright © ANTARA 2006