Banda Aceh (ANTARA News) - Kepala Badan Pertanahan Nasional Aceh T Murdani berjanji akan memberikan sertifikat gratis kepada masyarakat di 22 gampong atau desa di Kabupaten Aceh Singkil.

"Kalau masalah sengketa lahan masyarakat tersebut selesai, saya akan memberikan sertifikat tanah secara cuma-cuma," kata T Murdani di Banda Aceh, Kamis.

Pernyataan itu disampaikannya menanggapi aksi masyarakat 22 gampong di Kabupaten Aceh Singkil yang berunjuk rasa mendesak BPN Aceh menyelesaikan sengketa tapal batas tanah yang mereka alami dengan PT Ubertraco, perusahaan perkebunan sawit asal Malaysia.

Ia mengatakan dirinya memahami perasaan para pemilik tanah yang bersengketa. Masalah tapal batas tanah tidak bisa dipermainkan dan harus diselesaikan secepatnya.

"Tetapi kalau ada orang yang tidak berhak mendapat sertifikat tanah, saya akan mempermasalahkannya. Sertifikat gratis ini hanya untuk pemilik tanah yang tapal batasnya bersengketa," katanya.

Menyangkut tapal batas tanah bersengketa itu, kata dia, penyelesaiannya tinggal pemasangan patok permanen. Batas-batas tanah antara perusahaan pemegang hak guna usaha (HGU) tersebut dengan lahan masyarakat sudah diberi patok kayu.

Menurut dia, patok tersebut dipasang berdasarkan hasil pengukuran tim BPN Aceh dengan melibatkan para pihak bersengketa. Hasil pengukuran itu juga sudah disepakati kedua pihak.

"Tapal batasnya sudah jelas. Siapa saja yang menggeser atau mencabut patok kayu tersebut ancamannya pidana. Jadi, masyarakat tidak perlu khawatir hasil pengukurannya berubah," katanya.

Dalam kesempatan berbeda, Zulyadin, koordinator masyarakat 22 gampong di Kabupaten Aceh Singkil, mengatakan sengketa lahan antara masyarakat dan PT Ubertraco sudah berlangsung bertahun-tahun.

Semula perusahaan itu mendapat izin HGU seluas 10.917 hektar pada 1988, kemudian mendapat izin tambahan seluas 3.007 hektar, sehingga total lahan yang digarap mencapai 13.924 hektare.

Ironisnya, kata dia, perusahaan itu diduga menyerobot tanah serta membabat tanaman di kebun milik masyarakat dengan luas mencapai 3.000-an hektar.

"Kami mendesak BPN menyelesaikan masalah ini. BPN juga harus mengakui hasil pengukuran yang telah disepakati sebelumnya dan segera memasang patok permanen," kata Zulyadin.

(ANTARA)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011