Washington (ANTARA News) - Setelah melakukan perjalanan selama tujuh tahun, pesawat penyelidik antariksa AS "Stardust" dijadualkan akan mengirimkan ke Bumi, Minggu, sampel debu langka yang dikumpulkannya dari berbagai bintang dan komet yang diyakini para ilmuwan akan memberikan petunjuk penting tentang asal-usul tata surya. Sebuah kapsul berbobot 46 kilogram dan mengangkut sesenduk teh penuh debu antariksa yang diharapkan akan mendarat di sebuah gurun Utah pada pukul 10:12 GMT (pukul 17:12 WIB) Minggu setelah terbang sejauh 4,63 miliar kilometer di antariksa, atau lebih dari 10.000 kali jarak yang memisahkan Bumi dan Bulan. Contoh itu dikumpulkan dalam upaya pertama untuk menghimpun partikel angkasa luar di luar Bulan yang berasal dari masa sebelum tata surya dilahirkan, atau sekitar 4,5 miliar tahun silam. Misi tersebut menyusul misi Apollo 17 pada 1972 yang memungkinkan dua astronot AS membawa batuan Bulan ke Bumi. "Bahan kimia unik dan informasi fisik yang terkurung dalam partikel komet itu boleh jadi merekam pembentukan planet-planet dan meterial asal mereka dibuat," kata Don Brownlee, investigator utama Stardust di Universitas Washington, Seattle, sebagaimana dilaporkan AFP. Diluncurkan pada 1999, pesawat penyelidik berbobot 385 kilogram itu mengedari Matahari dua kali dan kemudian pada Januari 2002 terbang mendekati komet Wild 2 yang pada saat itu berada di dekat Jupiter. Dalam pelintasan berbahaya itu, pesawat penyelidik terlebih dulu membuka tameng untuk melindungi dirinya dari gas dan debu antariksa yang terdapat pada halo komet Wild 2. Stardust kemudian terbang dalam jarak 240 kilometer dari Wild 2, menangkap sampel partikel komet dan mengambil sejumlah foto permukaan Wild 2 yang bopeng-bopeng. Sebanyak 72 gambar Wild 2 yang diambil pesawat penyelidik memperlihatkan permukaannya yang tak datar, termasuk kawah-kawah serta sekitar 20 "geyser" yanag menghembuskan gas dan debu. Dalam penerbangan selama 195 hari itu, para insinyur NASA menggunakan sebuah kolektor untuk mengumpulkan debu antar-bintang yang akan memungkinkan para ilmuwan mengkaji material pembentuk bintang-bintang. Alat pengumpul khusus berisi aerogel, bahan unik yang dapat menanhkap partikel-partikel dan menyimpan kargo berharga itu secara aman sampai saatnya tiba di Bumi. Penghuni paling informatif Mary Cleave, administrator Direktorat Misi Sains NASA, mengemukakan muatan Stardust yang akan kembali ke Bumi itu kemungkinan akan dapat membantu para penjelajah antariksa pada banyak misi mendatang. "Komet adalah penghuni yang sangat informatif dari tata surya," katanya. "Semakin banyak kita belajar dari misi-misi eksplorasi antariksa seperti Stardust, semakin kita siap untuk melakukan eksplorasi manusia ke Bulan, Mars dan selebihnya." Jika segalanya berjalan mulus sesuai rencana, pada Minggu pukul 05:57 GMT (pukul 123:57 WIB), Stardust akan melepaskan kapsulnya untuk membawa muatannya ke Bumi. Sekitar empat jam kemudian, kapsul itu akan memasuki atmosfir Bumi pada ketinggian 410.00 kaki (125 kilometer) di atas Samudera Pasifik. Kapsul akan mengembangkan parasutnya pada ketinggian 105.000 kaki (32 kilometer). Begitu kapsul bergerak turun pada ketinggian 10.000 kaki (3 kilometer), parasut utamanya mengembang. Kapsul tersebut dijadualkan akan mendarat di sebuah pangkalan militer di Utah pada 10:12 GMT. Setelah kapsul mendarat, seorang awak helikopter akan menerbangkannnya ke sebuah pangkalan AD AS di Dugway, Utah, untuk melakukan prosesing awal. Jika cuaca kurang bersahabat dan helikopter tak dapat terbang, sebuah kendaraan off-road akan mengambil kapsul dan membawanya ke Dugway. Sample kemudian akan dipindahkan ke laboratorium khusus di Pusat Antariksa Johnson milik NASA di Houston, Texas, tempat sampel akan disimpan dan dikaji. Para ilmuwan akan membutuhkan waktu selama 10 tahun untuk menganalisa sampel itu. Pekerjaan itu dapat dibandingkan dengan menemukan 45 semut pada sebuah lahan seluas lapangan sepakbola. Untuk membantu para ilmuwan, Universitas California, Berkeley, telah meluncurkan kampanye untuk merekrut 30.000 mahasiswa sukarelawan, yang harus mengakses mikroskop berkekuatan tinggi melalui Internet. (*)

Copyright © ANTARA 2006