Ponorogo (ANTARA News) - Berbuat saja sudah disalahkan, apa lagi jika 503 warga yang tergolong kelompok individu terbelakang atau idiot, di Kecamatan Jambon dan Bandong, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, tak diberi pertolongan.

Ungkapan itu meluncur dari Bupati Ponorogo, H. Amin, ketika berdialog dengan Menteri Sosial (Mensos), Salim Segaf Al Jufri, di rumah dinas bupati setempat, Minggu (29/5).

Ia mengakui, kampung idiot memang mendapat perhatian dari berbagai kalangan, mulai pihak kejaksaan, pengusaha hingga para petinggi pemerintah.

Mungkin hal ini punya magnet tersendiri, karena berkaitan dengan hak asasi manusia (HAM) dan tentu tidak kalah penting memetik simpati sebagai upaya membentuk pencitraan. Maka, jadi lah kampung idiot itu dieksploitasi sebagai sarana membentuk pencitraan.

Seorang warga yang tak mau disebut jati dirinya mengatakan, kampung idiot kini lebih dikenal bukan saja disebabkan banyaknya pejabat datang, tetapi juga pada hari-hari tertentu, utamanya musim kampanye pemilihan umum (pemilu) nasional maupun daerah maupun pemilihan kepala daerah (pilkada), untuk mencari simpati.

Maklum saja, jumlah warga yang menjadi calon pemilih cukup besar. Dalam keadaan seperti itu, maka paling mudah menyalahkan pihak pemerintah daerah yang dinilai tak bisa berbuat banyak, ujarnya.

Jumlah warga idiot yang tersebar di Desa Kebet, Sidoarjo (keduanya di Kecamatan Jambon), Karangpatisan, dan Panda (Bandong) yang jumlahnya mencapai 503 orang.

Idiot merupakan kelompok individu terbelakang yang paling rendah dengan kemampuan intelektual (Intelligence Quotient/IQ: 0 - 29). Mereka pada umumnya memiliki keterbatasan mental dan kecerdasan, antara lain tidak dapat berbicara atau hanya dapat mengucapkan beberapa kata saja. Mereka biasanya tidak dapat mengurus dirinya sendiri, seperti mandi, berpakaian, makan dan sebagainya, serta harus diurus oleh orang lain.

Kelompok tersebut memang membutuhkan perhatian. Oleh karena itu, Salim Segaf Al Jufri dalam kunjungan kerjanya ke kampung tersebut merasa perlu mencarikan solusi yang terbaik.

Seperti juga dikemukakan bupati setempat, desa tersebut perlu ada upaya berkesinambungan. Ia menilai, jangan sampai dinilai pemerintah tidak hadir di lokasi tersebut, karena kaum idiot atau keterbelakaangan mental tersebut tidak mungkin lagi dapat diberdayakan.

"Mereka ini memang sudah bagai benalu, tetapi aspek kemanusiaan harus dikedepankan bagi kelompok yang sudah tak berdaya itu," katanya.

Menurut para petugas kesehatan setempat, yang melihat langsung kondisi di lapangan bersama Menteri Sosial, warga idiot tersebut umumnya berusia produktif hingga 30 tahun. Namun, di antara mereka masih ada pula usia di bawah lima tahun (balita) hingga dewasa.

Munculnya penyakit keterbelakangan mental secara massal ini, menurut para ahli kesehatan dalam laporannya kepada Mensos, antara lain karena faktor genetik, perkawinan sedarah, kurang gizi dan lingkungan buruk sehingga mereka menjalani hidup dipinggirkan.

Jelas warga di situ hidup dalam kemiskinan. Bahkan, di antara mereka ada yang hidup makan dengan daun-daunan dan tinggal dalam pasungan selama 20 tahun, di rumah yang beratap jerami dan beralaskan tanah.

Samiun, warga yang dipasung itu, kini hidup hanya berharap belas kasihan orang dan tinggal bersama neneknya, Mariyem.

Samiun, menurut neneknya, selain idiot juga selalu ingin menabrakkan dirinya terhadap apa saja yang dijumpai.

Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai upaya terus dilakukan agar bumi reog Ponorogo itu terbebas dari penyakit yang di masyarakat dianggap memalukan itu. Para ahli memang menemukan bahwa dari hasil penelitian ditemui adanya kandungan tanah yang menyebabkan warga setempat menjadi idiot. Tetapi, menurut bupati setempat, hal itu masih harus didalami lagi.

Hal yang jelas, semua pihak harus melakukan berbagai upaya meminimalisasi agar generasi selanjutnya tidak terkena kondisi sejenis. Tim kesehatan sudah diturunkan dan sejumlah anak sekolah di lokasi itu pun menjadi perhatian pihak kesehatan setempat.

"Saya sedih menyaksikan ini semua," ungkap Salim Segaf Al Jufri kepada ANTARA News seusai mengunjungi lokasi kampung idiot itu.

Lantas, apa upaya pihak Kementerian Sosial ke masa depan? Ada usulan agar warga setempat di berikan jaminan hidup (jadup) yang dananya diperoleh dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Usulan tersebut, menurut Salim, akan dipertimbangkan.  Ia pun mengusulkan segera dibangunkan rumah kasih sayang yang menyediakan berbagai masakan di desa tersebut.

"Saya minta segera disiapkan tanah untuk lokasi rumah kasih sayang," ujarnya.

Menurut Salim, jika uang diberikan secara langsung kepada warga idiot, maka siapa yang memasaknya. Lalu, bagaimana pula gizi dari menu yang disajikan dapat terjaga secara baik, ujarnya.

Kehadiran rumah kasih sayang ini, kata Mensos, akan jauh efektif karena di tempat itulah kemudian bisa dilakukan pengawasan bagi warga penderita idiot.

"Ini merupakan wujud bahwa pemerintah hadir di lokasi itu," ujarnya menambahkan.
(T.E001/Z003)

Oleh Edy Supriatna Sjafei
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011