Borobudur (ANTARA News) - Seribu anak yang tinggal di sekitar Candi Borobudur batal naik ke candi itu, karena pihak PT Taman Wisata Candi Borobudur (TWCB) menolak permohonan izin masuk secara gratis ke tempat itu. "Kita mengajukan izin dan meminta bebas bayar tiket karena yang akan masuk ini anak-anak Borobudur sendiri, warga sekitar Borobudur sendiri mengapa bayar, dan kami dulu yang tergusur TWCB," kata Wakil Ketua Panitia Wisata Budaya Anak Borobudur (WBAB) 2006, Sucoro di Borobudur, Sabtu. Menurut rencana, sekitar seribu anak sekitar Candi Borobudur melakukan wisata budaya di Zona I Candi Borobudur. Izin dari pihak Balai Konservasi Peninggalan Borobudur telah dikeluarkan dengan ditandatangai Kepala BKPB Dukut Santosa. Pihak BKPB, katanya, juga telah menyatakan kesediaan memberikan penjelasan tentang sejarah dan pelestarian Candi Borobudur kepada anak-anak yang kini memasuki masa liburan sekolah. Ia menjelaskan, anak-anak Borobudur ternyata tidak mengetahui secara baik sejarah Candi Borobudur yang juga salah satu di antara tujuh keajaiban dunia dibangun di sekitar Kali Elo dengan Progo Kabupaten Magelang pada abad ke-8 masa Dinasti Syailendra itu. "Ini berangkat dari keprihatinan masyarakat tentang sejarah Borobudur yang tidak dikenal anak-anak, padahal Borobudur telah memberi tuah kepada masyarakat, lalu muncul gagasan bermain ke Borobudur. Apalagi Gubernur Jateng mau membangun studi kebudayaan Borobudur internasional di dekat candi," katanya. Menurut dia, tidak berlebihan jika anak-anak Borobudur belajar tentang Candi Borobudur. Sebelum dibangun TWCB, masyarakat mengetahui secara baik Candi Borobudur tetapi setelah TWCB dibangun untuk mengelola kepariwisataan Candi Borobudur ada jarak antara candi dengan masyarakat setempat. "Ada jarak karena masuk harus bayar," katanya. Ia menjelaskan, rencananya anak-anak tidak akan naik hingga puncak stupa Candi Borobudur tetap berada di pelataran antara lain melakukan atraksi kesenian seperti perarakan Sidharta Gautama, Dewi Maya diiringi para dayang, barisan grup kesenian rebana, kuda lumping, kentongan, pembacaan puisi dan penjelasan sejarak Borobudur. "Mereka membawa bekal sendiri-sendiri dan kami sudah tegaskan untuk menjaga lingkungan tetap bersih, tertib dan sopan, jadi sampah dikumpulkan di tempat sampah, supaya candi tetap bersih. Jadi bukan demonstrasi, kalau kegiatan itu bisa berlangsung malah bisa menjadi atraksi wisata," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006