Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) memandang bahwa penguatan rupiah yang sejalan dengan tren apresiasi mata uang di kawasan Asia tersebut sejauh ini tidak memberikan tekanan pada kinerja ekspor.

Rapat Dewan Gubernur BI di Jakarta, Kamis, mencatat hal itu terlihat dari tetap kuatnya pertumbuhan ekspor sejalan dengan masih tingginya harga komoditas internasional dan kuatnya permintaan luar negeri.

Tren apresiasi nilai tukar rupiah masih berlanjut, meskipun pada tingkat yang lebih terbatas, sejalan dengan berlanjutnya aliran masuk modal asing.

Pada bulan Mei 2011, nilai tukar rupiah menguat 0,33 persen (ptp) ke level Rp8.536 per dolar Amerika Serikat (AS) dengan volatilitas yang tetap terjaga.

Tren apresiasi nilai tukar rupiah tersebut sejalan dengan upaya BI untuk meredam tekanan inflasi, khususnya dari imported inflation, dengan tetap mempertimbangkan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu, tren inflasi indeks harga konsumen (IHK) terus menunjukkan penurunan, walaupun inflasi inti cenderung meningkat. Inflasi IHK pada Mei 2011 tercatat sebesar 5,98 persen (yoy), atau 0,12 persen (mtm), terutama karena berlanjutnya koreksi inflasi bahan pangan.

Sementara itu, inflasi administered prices relatif rendah seiring dengan tidak adanya kebijakan harga komoditas strategis dari Pemerintah. Namun, kelompok inflasi inti masih dalam tren meningkat, tercatat sebesar 4,64 persen (year on year/yoy) atau 0,27 persen (month to month/mtm) pada Mei 2011.

Masih terus meningkatnya inflasi inti didorong oleh peningkatan harga komoditas global, meningkatnya permintaan domestik, serta masih relatif tingginya ekspektasi inflasi. Bank Indonesia terus mewaspadai berbagai faktor risiko terhadap tekanan inflasi inti tersebut maupun tekanan inflasi yang dapat terjadi sehubungan dengan kebijakan Pemerintah terkait subsidi BBM dan listrik.

BI juga menilai stabilitas sistem perbankan tetap terjaga disertai dengan akselerasi pertumbuhan kredit. Industri perbankan menunjukkan perkembangan yang tetap stabil sebagaimana tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) jauh di atas minimum 8 persen dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5 persen.

Sementara itu, BI juga mencatat penyaluran kredit untuk pembiayaan kegiatan perekonomian terus berlanjut, tercermin pada pertumbuhan kredit yang hingga akhir Mei 2011 mencapai 23,3 persen (yoy).

BI akan tetap mencermati kondisi industri perbankan dan mendorong peningkatan efisiensi agar fungsi intermediasi dapat terus dioptimalkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011