New York (ANTARA News/AFP) - Harga minyak turun tajam pada Jumat waktu setempat, dengan harga patokan New York kembali di bawah batas 100 dolar Amerika Serikat, memusnahkan keuntungan yang dibuat awal pekan ini setelah OPEC menolak menaikkan kuota produksi.

Minyak mentah WTI light sweet untuk pengiriman Juli jatuh 2,64 dolar AS di perdagangan New York menjadi berakhir di 99,29 dolar AS per barel.

Di London, Brent North Sea untuk kontrak Juli kehilangan 79 sen menjadi 118,78 dolar AS per barel.

Pasar masih mencoba membaca masa depan dari minggu ini, rupanya pertemuan konfrontatif Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), di mana Saudi mendorong produksi yang lebih tinggi untuk melunakkan kenaikan harga ditolak oleh Iran dan sekutu-sekutunya.

Reaksi pertama dari pasar adalah bahwa pasokan akan mengetat dan harga segera terdorong naik.

Tapi harga mundur menuju ke akhir pekan menyusul peringatan permintaan OPEC pada Jumat.

"Jika harga minyak internasional bertahan tinggi, maka ini mungkin ... menempatkan tekanan lebih berat pada risiko penurunan untuk permintaan minyak global, oleh stagnasi pertumbuhan ekonomi."

"Risiko ini mungkin diterjemahkan ke dalam pengurangan pertumbuhan saat ini sebesar 200.000 barel per hari (bph)," kata OPEC dalam laporan pasar minyak bulanan terbaru.

Pasar berdebat apakah kartel, yang mengontrol sekitar 40 persen dari produksi global akan bertahan bersama targetnya sekitar 24,84 juta barel per hari (bph), atau apakah disiplin akan pecah dan negara-negara secara individu merubah kuota mereka, khususnya penghasil minyak utama Arab Saudi.

"Ada yang mengatakan bahwa OPEC akan runtuh tapi kami rasa ini adalah lebih mungkin bahwa mereka akan berada dalam periode hibernasi singkat," kata James L. Williams dari WTRG Economics.

"Jika harga yang cukup tinggi berlangsung cukup lama AS bisa masuk lagi ke resesi. Jika itu terjadi harga minyak akan runtuh. Ini akan jauh lebih mudah untuk orang Iran untuk duduk di meja yang sama dengan Saudi dalam lingkungan harga rendah," katanya.

"OPEC tidak dalam sebuah krisis dan kegagalan kartel untuk mencapai keputusan tentang kuota tidak inheren bullish, dalam hal minyak Saudi akan hampir pasti masih akan datang," kata Robert Johnston dari Eurasia group.

"Arab Saudi sudah mengindikasikan setelah pertemuan Wina bahwa ia akan terus pada jalurnya peningkatan, asalkan angka permintaan AS yang masih lemah mulai membaik."

OPEC juga mengatakan dalam laporannya pada Jumat, pihaknya memperkirkan permintaan minyak global meningkat 1,6 persen menjadi 88,14 juta barel per hari pada 2011, sedikit lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.

Namun, tambahnya, "Sebuah pasar minyak yang volatile membuat permintaan minyak di masa depan diperkirakaan sulit untuk dikelola." (A026/A027/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011