Jakarta (ANTARA News) - Penggagas penerbitan majalah Playboy versi Indonesia ternyata sudah pernah melakukan konsultasi dengan Front Pembela Islam (FPI), salah satu organisasi Islam garis keras yang menentang pornografi, namun jika mereka tetap nekad terbit maka FPI akan menyikatnya. "Tiga bulan yang lalu ada sekelompok anak muda energik telah menemui saya untuk berkonsultasi mengenai penerbitan majalah Playboy," kata Ketua Umum FPI, Habib Muhammad Rizieq Shihab, saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Selasa. Namun Rizieq menegaskan "Kalau mereka tetap terbit pada bulan Maret maka akan kami sikat". Oleh karena mereka datang berkonsultasi secara baik-baik di suatu tempat di sekitar Sekretariat FPI di Jakarta, maka Rizieq pun akhirnya memberikan dua saran menyangkut nama dan isi majalah tersebut. Menyangkut nama, Rizieq menganjurkan mereka agar tidak menggunakan nama 'Playboy' karena konotasinya tidak bisa dipisahkan dari unsur pornografi. "Apalagi mereka membeli franchise dari Amerika senilai Rp1 miliar. Sayangkan kalau ternyata digunakan untuk investasi yang dapat menyulut penolakan gerakan Islam. Mengapa tidak menggunakan nama lain saja. Saya mengusulkan nama Pria, Gentlement atau Jantan," tuturnya saat dihubungi ketika sedang melakukan Safari Dakwah di Medan, Sumatera Utara. Sedang menyangkut isi, Rizieq menganjurkan penggagas 'Playboy' yang terdiri atas para anak muda berusia antara 20 hingga 30 tahun itu untuk tetap menjunjung tinggi norma-norma agama. "Karena kalau namanya bersifat religi, tetapi di dalamnya tetap melanggar ajaran-ajaran agama tetap saja tidak boleh," jelasnya. Ia memberikan saran kepada sekelompok anak muda energik itu untuk membuat majalah dengan visi jurnalisme yang berbobot ketimbang yang mengundang 'mudlarat' atau kurang baik. Tampaknya saran dari FPI tersebut tidak mudah diterima oleh penggagas penerbitan majalah Playboy versi Indonesia. Mereka pun kemudian mengajukan komitmen bersama, namun Habib Rizieq tidak percaya karena jaminannya tidak jelas. "Bisa jadi kalau ternyata saran kami digunakan malah majalah Playboy versi Indonesia edisi perdana itu tidak ada yang beli, karena takut bangkrut maka pada edisi berikut meraka sudah mulai berani memasukkan unsur pornografi. Makanya kami tidak percaya dengan komitmen mereka," ujarnya. Rizieq pun kemudian menyarankan mereka untuk berkonsultasi dengan ormas-ormas lain, termasuk MUI, pasti akan mempunyai sikap yang sama dengan FPI. "Makanya mereka pun akhirnya melemparkan rencana itu ke publik dan justru yang terjadi adalah maraknya pernyataan penolakan. Oleh sebab itu kalau mereka pada bulan Maret nanti tetap menerbitkan majalah itu maka akan kami sikat," ancamnya. Rizieq berpendapat gagasan menerbitkan majalah Playboy versi Indonesia itu untuk memanfaatkan keadaan sekarang sebelum keluarnya Undang-undang Anti Pornografi. "Makanya kami minta kepada DPR untuk segera mengesahkan RUU Anti Pornografi yang diajukan oleh pemerintah, agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain," tukasnya. (*)

Copyright © ANTARA 2006