Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan (Menkeu), Agus Martowardojo, mengingatkan adanya gejala pemanasan ekonomi (overheating) yang mungkin terjadi di negara-negara berkembang dengan tingkat perekonomian baik seperti Indonesia.

"Kalau di negara-negara berkembang yang sedang tumbuh secara umum tantangannya adalah overheating, asset bubble dan juga inflasi khususnya karena harga pangan dan energi terus meningkat," ujarnya saat ditemui pada Forum Ekonomi Dunia - Asia Timur (World Economic Forum on East Asia/WEF-EA) di Jakarta, Minggu.

Potensi overheating itu, lanjut Menkeu, lebih disebabkan masuknya arus modal di negara-negara berkembang akibat pemulihan ekonomi melambat di negara-negara maju.

Ia juga mengingatkan kemungkinan adanya ledakan kredit (credit boom) akibat ekspansi kredit yang berlebihan seperti pemberian kredit pemilikan rumah yang membuat individu menjadi terlilit utang, seperti yang terjadi di China.

"Ada beberapa negara yang ekspansi kreditnya berlebih, sehingga perlu ada konsolidasi. Karena masih ada pembiayaan properti yang berlebihan dan rasio utang yang terlalu tinggi di individu," ujarnya.

Menkeu menjelaskan berbagai kendala tersebut dapat diatasi dengan koordinasi yang intensif antara otoritas moneter dan otoritas fiskal dalam menjaga stabilitas ekonomi makro.

Pemerintah saat ini sedang menyusun krisis manajemen protokol sebagai upaya pencegahan terhadap gejala pemanasan ekonomi serta menjaga surplus neraca pembayaran, asumsi makro dan defisit anggaran.

"Karena balance of payment kita sehat, balance of payment sampai 30 miliar dolar Amerika Serikat, maka kita punya cadangan devisa sampai 116 miliar dolar, kita punya fiskal bisa kita jaga selama 10 tahun terakhir, dan selalu pada bilangan dibawah dua persen, mari kita jaga," katanya.

Pemerintah juga berupaya agar tidak terjadi defisit neraca perdagangan karena saat ini kondisi ekspor dan impor Indonesia masih terlihat sehat.

"Kita melakukan preview atas kondisi Indonesia dari waktu ke waktu kita harus monitor, apakah current account defisit terjadi di Indonesia, Indonesia kan current account masih positif tahun lalu," ujarnya.

Agus juga menjelaskan kondisi perbankan nasional menunjukkan perkembangan yang baik dengan pertumbuhan kredit 22 persen, rasio kecukupan modal (CAR) 17 persen dan kredit bermasalah (NPL) 2,6 persen.

Atas dasar inilah, ia berkeyakinan, prospek ekonomi Indonesia membaik dan mampu bertahan dari potensi pemanasan ekonomi serta tingginya risiko laju inflasi.

"Itu menunjukkan kondisi yang sehat dan kita lihat dalam perbankan kita ternyata tidak ada bentuk derivatif atau transaksi yang membahayakan dan kemudian pasar modal sudah sehat. Kita terus melakukan investasi untuk pengawasan surveillance atas pasar modal, atas dasar ini, perekonomian Indonesia baik," demikian Agus.
(T.S034/A011)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011