Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan bahwa vaksin Demam Berdarah Dengue (DBD) yang saat ini dalam masa uji coba, nantinya bisa digratiskan oleh pemerintah jika dinilai perlu.

"Kalau nanti pengujian selesai dan direkomendasikan, kita lihat apakah patut jadi program nasional," kata Menkes usai peringatan Hari DBD ASEAN di Monumen Nasional, Jakarta, Rabu.

Jika vaksin itu telah dibuktikan aman dan diproduksi secara masal, pemerintah akan menunggu rekomendasi dari "technical advisory group" yang beranggotakan para ahli kesehatan mengenai apakah vaksin itu perlu untuk dibagikan secara masal dan gratis bagi masyarakat.

Jika rekomendasi para ahli disetujui, maka pemerintah akan menyubsidi pengadaan vaksin tersebut seperti beberapa vaksin lain yang ada saat ini.

Sebanyak 2.000 anak di tiga kota yaitu Jakarta, Bandung dan Bali saat ini sedang mengikuti ujicoba vaksin tahap fase ketiga, yang juga dilangsungkan serentak di lima negara di ASEAN yaitu Indonesia, Thailand, Filipina, Vietnam dan Malaysia.

Uji klinis fase pertama dilakukan terhadap tentara dan fase kedua dilakukan terhadap anak-anak dalam jumlah terbatas dimana kedua fase pengujian telah menunjukkan hasil yang baik sehingga diputuskan untuk melakukan uji coba dalam ruang lingkup yang lebih besar.

Setelah disuntik vaksin DBD, akan dilakukan pemantauan selama lima tahun kedepan kepada 800 anak itu untuk melihat kondisi kesehatan mereka terutama terkait dengan ketahanan tubuh mereka terhadap penularan penyakit DBD.

Mengenai biaya, Menkes menyebut ia yakin tidak akan mahal seperti beberapa vaksin yang ada apalagi setelah dilakukan produksi secara masal.

"Kita juga siapkan Biofarma untuk memproduksi vaksin dalam jumlah besar," ujarnya.

Kasus DBD di Indonesia tergolong cukup besar, mencapai 150 ribu kasus dari total satu juta kasus di seluruh dunia, menurut catatan Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Jumlah penderita terbanyak berada di Provinsi Bali yang memiliki prevalensi 337 per 100 ribu penduduk, disusul dengan Jakarta dengan prevalensi 227 per 100 ribu penduduk, disusul oleh Kalimantan Timur dengan 167 per 100 ribu penduduk dan Yogyakarta sebesar 144 per 100 ribu penduduk.

(A043/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011