Kalau dia ada di sini, nanti dia menawarkan kepada pengusaha-pengusaha lokal bioskop untuk membuat bioskop karena mereka distribusi. Jangan ada istilahnya rente ekonomi yang tidak perlu.
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Agus Martowardojo menginginkan produsen film asing untuk membuka cabang di Indonesia agar pemenuhan kewajiban pembayaran pajak terkait impor film dapat berlangsung baik dan tertib aturan.

Selain membuka perwakilan, mereka juga harus membentuk joint venture dengan pengusaha dalam negeri agar tercipta pola distribusi yang lebih fair, demikian Menkeu saat ditemui di Jakarta, Jumat.

"Kalau mereka buka kantor di sini, itu mereka akan jaga supaya standar bekerjanya baik, pemenuhan kewajiban pajak dan beanya baik. Dan ini akan baik untuk Indonesia," ujarnya.

Menurut Menkeu dengan eksportir film mengikuti aturan di Indonesia maka mereka akan menjaga standar bekerja sesuai aturan yang telah ditetapkan pada pasar modal di negara asal produsen.

Ia mengatakan selain kepatuhan kewajiban pajak dapat berlangsung lebih tertib dengan masuknya produsen film asing ke Indonesia, distribusi film diharapkan dapat berjalan dan berlaku lebih teratur.

"Kalau dia ada di sini, nanti dia menawarkan kepada pengusaha-pengusaha lokal bioskop untuk membuat bioskop karena mereka distribusi. Jangan ada istilahnya rente ekonomi yang tidak perlu," kata Menkeu.

Menkeu berpendapat, distribusi film di Indonesia perlu ditata ulang, lebih transparan dan mampu memberikan peluang kepada industri bioskop yang lebih luas karena saat ini para pelaku industri bioskop sangat terbatas.

"Kita memahami bahwa yang menjadi importir juga merangkap sebagai distributor, sehingga bioskop baru yang akan dibangun tidak terjamin pasokan filmnya," ujarnya.

Ia menceritakan dari sebanyak 524 pemerintah daerah di Indonesia, masih banyak ibukota-ibukota daerah yang belum memiliki bioskop karena terkendala distribusi film.

"Kita tahu Indonesia sudah berkembang sedemikian baiknya. Kita punya 524 pemerintah daerah, ternyata banyak sekali di ibukota belum ada bioskop," katanya.

Menkeu menambahkan, di Indonesia juga belum berlaku penggandaan film seperti yang dilakukan negara lain, seperti Thailand.

Dengan penggandaan ini, lanjut Menkeu, satu negara tidak perlu mengimpor kopi film dalam jumlah banyak, tetapi cukup mengimpor satu film sebagai master untuk kemudian digandakan di dalam negeri untuk menghidupkan ekonomi.

"Di Indonesia belum ada penggandaan, padahal di negara-negara tetangga kita penggandaan sudah bisa dilakukan. Jadi jangan dong begitu. Kita harus bisa membuat iklim supaya ekonomi tumbuh," ujarnya.

Untuk itu, ia mengharapkan aturan impor film yang akan diterbitkan pemerintah dapat melahirkan para pelaku pasar baru dalam impor serta distribusi film sehingga dapat menciptakan iklim industri perfilman yang lebih kompetitif.

"Kami juga mengirimkan surat ke BKPM dan Menbudpar sesuai dengan kesepakatan kami bahwa industri film khususnya impor dan distribusi akan ditata sedemikian rupa agar kesempatan pelaku-pelaku pasar lebih banyak bisa bermain," lanjut Menkeu.

(ANTARA)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011