Banda Aceh (ANTARA News) - Badan Pelaksana Rekontruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh dan Nias (Sumatera Utara) akan membangun infrastruktur jaringan internet tanpa kabel (wireless) di 23 kota di ke dua wilayah yang baru terkena musibah gempa bumi dan tsunami itu. Juru bicara BRR, Mirza Keumala, kepada wartawan di Banda Aceh, Rabu, menyatakan, program yang dimulai pertengahan tahun ini ditargetkan selesai awal 2007 sehingga Aceh menjadi "cyber province" pertama di Indonesia. Ia mengatakan, pembangunan internet tanpa kabel ini bertujuan untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi dalam waktu singkat, terutama yang terkait proses rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias. Masyarakat juga diharapkan bisa ikut berperan aktif memberi informasi sekaligus mengawasi kinerja semua pihak yang terlibat dalam kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi di kedua daerah ini. "Diharapkan akan mendorong terciptanya transparansi informasi kepada publik," katanya. Selain itu, tambah Mirza, koneksi internet juga sekaligus mengganti infrastruktur telekomunikasi konvensional yang rusak akibat bencana. Lagi pula, kata dia, komunikasi konvensional cukup mahal, sehingga membatasi kebutuhan koordinasi, sementara intensitasnya cenderung meningkat seiring percepatan rekonstruksi dan rehabilitasi bencana. Di lingkungan pemerintahan, diharapkan dapat mendorong pelayanan publik yang lebih baik sekaligus menciptakan good governance berbasis teknologi informasi. Dengan adanya fasilitas ini, akhir 2006 Aceh akan menjadi provinsi cyber dan itu yang pertama di Indonesia, kata Mirza. Dari sisi pengembangan masyarakat (community development), fasilitas ini juga dapat digunakan untuk merangsang percepatan pertumbuhan ekonomi, penyebaran ilmu dan teknologi serta peningkatan mutu pendidikan. Ini akan sinergis dengan peningkatan mutu pendidikan. Kita harapkan akan ada percepatan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan generasi muda, khususnya dunia pendidikan dengan adanya metode pendidikan baru yang lebih efisien, ujarnya. Mirza tidak menampik kemungkinan dampak negatif akibat akses informasi tak terbatas. Namun, kata dia, distorsi informasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab melalui internet dapat dicegah melalui teknologi filtering. Selain itu, juga akan dilakukan sosialisasi agar masyarakat mampu memilah informasi yang didapatkan bermanfaat atau tidak. Jaringan internet tanpa kabel ini menggunakan Very Small Apperture Terminal (VSAT) Single Carrier Per Channel (SCPC) sebagai jaringan tulang punggung. Selain bisa menjangkau seluruh area di Aceh dan Nias, investasi yang dibutuhkan lebih murah dibandingkan infrastruktur telekomunikasi konvensional. Sedangkan untuk distribusi domestik di tingkat lokal menggunakan Wifi (wireless fidelity) yang bekerja di frekwensi 2.4 Ghz. Frekuensi ini bebas lisensi sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2005. "Wifi adalah standar teknologi dunia yang berkualitas dan mampu menjangkau hingga radius 5 Km. Wifi juga terbukti handal saat diterapkan di wilayah bencana yang fasilitasnya serba terbatas," tambah Mirza.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006