Mataram (ANTARA News) - Pegiat LSM Nusa Tenggara Barat (NTB), Lalu Agus F Wirawan, menyayangkan sikap "hati-hati" pemerintah di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap kasus penembakan tiga Warga Negara Indonesia (WNI) oleh polisi Timor Leste. "Seharusnya pemerintah Indonesia bersikap tegas terhadap penembakan WNI asal Timor-Timur itu, karena Indonesia bisa hidup tanpa Timor Leste," katanya kepada ANTARA di Mataram, Kamis. Dikatakan dirinya "gregetan" mengikuti perkembangan penanganan kasus penembakan oleh Polisi Timor Leste tersebut, kesannya Pemerintah Indonesia masih trauma ketakutan. Pada hal sebagai negara berdaulat dan memiliki penduduk terbesar kelima di dunia, Pemerintah Indonesia sepertinya tidak berani bersikap tegas terhadap penembakan tiga warganya oleh pihak asing. "Kalau dulu presdien Timor Leste, Xanana Gusmau menyatakan bahwa negaranya bisa hidup tanpa Indonesia, justru Indonesia harus mampu menyatakan bahwa Indonesialah yang bisa hidup tanpa TImor Leste," katanya. Terlepas dari permasalahan yang dulu pernah ada antara Indonesia dengan Timor Leste, pemerintah Indonesia harusnya bersikap tegas melindungi tiga warganya yang ditembak mati polisi Timor Leste. Bila perlu, pemerintah Indonesia membawa dan melaporkan permasalahan penembakan itu ke Mahkamah Internasional, sebagaimana pemerintah Timor Leste yang getol mengadukan Indonesia ke badan dunia tersebut. Sebab sikap tidak tegas pemerintah Indonesia justru mendorong masyarakat yang berbatasan dengan Timor Leste akan bertindak sendiri, yang justru merugikan Indonesia sendiri di dunia internasional. Tuntutan masyarakat dan keluarga korban penembakan yang dinilai tidak mendapat respon pemerintah dapat menimbulkan ekses-ekses yang mengganggu hubungan bilateral kedua negara. Di daerah perbatasan Indonesia di Kabupaten Belu ataupun Kefamenanu (NTT) dengan negara Timor Leste yang baru merdeka tahun 2000 lalu rentan terjadi "konflik". "Peristiwa penembakan polisi Timor Leste terhadap tiga WNI dapat menyulut emosi ribuan masyarakat Indonesia asal Timor Timur yang tinggal di daerah perbatasan," katanya. Tergantung produk Indonesia Lebih lanjut Agus menilai masyarakat Timor Leste saat ini tergantung kepada produk-produk Indonesia, sehingga daerah perbatasan menjadi ajang "pasar gelap". Masyarakat Timor Leste yang dulu berintegrasi dengan Negara Kesatuan RI (NKRI) sangat membutuhkan produksi Indonesia, sebab negara Timor Leste belum mampu memproduksi kebutuhannya sendiri. Barang produksi Indonesia itu sudah "familiar" dengan masyarakat Timor Leste, sehingga mereka bergantung kepada suplai Indonesia, termasuk yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi (seludupan) melalui jalan tikus di daerah perbatasan. Kalau masyarakat asal Timor Timur di daerah perbatasan jadi melaksanakan ancaman untuk memblokir semua jalan masuk ke Negara Timor Leste, maka dapat dipastikan terjadi "pergolakan" masyarakat di negara tetangga itu, karena pasokan kebutuhan pokoknya terancam. "Jadi Indonesia bisa hidup tanpa Timor Leste, tetapi Timor Leste-lah yang membutuhkan, karena itu pemerintah kita harus bertindak lebih tegas," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006