Pembentukan BPJS baru itu akan lebih mudah dengan risiko dan friksi yang rendah dibandingkan melebur empat BPJS yang ada.
Denpasar, (ANTARA News) - Pemerintah dan DPR hendaknya fokus membentuk badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) khusus untuk masyarakat fakir miskin dan pengangguran karena akan menaikkan harkat mereka yang selama ini ada di bawah.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Gadjah Mada Ichsanuddin Noorsy ketika dihubungi dari Denpasar, Bali, Kamis, mengatakan pembentukan BPJS baru itu akan lebih mudah dengan risiko dan friksi yang rendah dibandingkan melebur empat BPJS yang ada.

Diingatkannya, melebur empat BPJS akan menimbulkan risiko besar karena sejarah berdiri dan sumber pendanaannya berbeda.

Amanat UU Sistem Jaminan Sosial Nasional tahun 2004 semula meminta pemerintah untuk melaksanakan jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat tidak mampu.


BPJS Baru

Pada pembahasan RUU BPJS yang sedang berlangsung saat ini disepakati untuk membentuk dua BPJS baru dan tetap menjaga empat BPJS yang ada.

Namun pada perkembangan selanjutnya muncul wacana untuk melebur empat BPJS yang ada menjadi satu untuk melayani seluruh rakyat Indonesia.

Tiga BPJS yang ada, yakni PT Taspen, PT Askes dan PT Asabri memberi jaminan kesehatan dan jaminan pensiun bagi PNS, TNI dan Polri dengan sumber iuran dan pekerja dan pemerintah sebagai pemberi kerja.

Sementara PT Jamsostek, melindungi pekerja formal dan informal dari risiko kerja, seperti kecelakaan, kematian dan layanan kesehatan serta jaminan hari tua.

Terdapat perbedaan program dari dua kelompok BPJS tersebut, yakni perlindungan risiko kerja seperti kecelakaan kerja dan kematian yang tidak dimiliki tiga BPJS yang melayani jaminan sosial PNS dan TNI/Polri.

Sementara PT Jamsostek belum memiliki program jaminan pensiun.

Karakteristik yang berbeda tersebut, kata Ichsanuddin, tidak mudah disatukan karena masih ada risiko lain, yakni resistensi dari kalangan pekerja dan pengusaha atas penyatuan tersebut.

Pekerja dan pengusaha ingin dana mereka tetap aman hingga mereka berhenti bekerja nanti (pensiun), bukan ditalangi dari sumber yang lain.

Selama ini pekerja dan pengusaha mengalokasikan dana secara mandiri, tanpa bantuan pemerintah. Karena itu mereka juga menuntut manfaat yang lebih baik, minimal lebih besar dari bunga deposito, dari pengembangan dana mereka yang dikelola PT Jamsostek.

Karena itu, kata Ichsanuddin, dana pekerja dikelola secara bisnis dengan orientasi investasi untuk mendapat manfaat (keuntungan) yang maksimal sesuai koridor yang sudah ditentukan pemerintah.

Sementara BPJS yang diusulkan Ichsanuddin lebih berorientasi sosial karena sumber dana sepenuhnya berasal dari pemerintah. Karena bersifat sosial maka dana itu sepenuhnya untuk perlindungan fakir miskin, anak terlantar dan pengagguran.

Pengelola BPJS tersebut boleh berinvestasi tetapi dengan syarat tertentu yang akan diatur secara ketat agar dana tersebut benar-benar aman.

Dikatakannya jaminan sosial untuk masyarakat miskin dan tidak mampu ini mengacu pada Pasal 34 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, pasal 27, 28, 31, dan 34 UUD 1945.

Secara universal, jaminan sosial memberikan jaminan kepada masyarakat miskin agar kebutuhan dasarnya terpenuhi, seperti pangan, kesehatan, pendidikan, dan perumahan.

Untuk itu, kata Ichsanuddin, pemerintah hendaknya fokus pada pelayanan masyarakat miskin dan tidak mampu yang sulit mengakses kebutuhan dasar tersebut dengan membentuk BPJS khusus untuk mereka.

BPJS itu akan menilai sesorang apakah bisa disebut miskin atau hampir miskin serta kriteria kemiskinan lainnya sehingga layak mendapat jaminan sosial. Pemerintah membantu pembayaran iuran.

(E007)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011