Jakarta (ANTARA News) - Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) menegaskan kesiapannya untuk melakukan mogok nasional, menyusul ketidakseriusan pemerintah mencarikan jalan keluar sejumlah permasalahan mendesak yang dialami pengusaha sektor ini.
"Kita siap mogok nasional. Ini terjadi karena memang sudah ada desakan keras dari daerah untuk melakukan hal itu. Namun, jadi tidaknya (mogok nasional, red) tergantung hasil Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) DPP Organda di Batam pada 22-24 Januari ini," kata Ketua Umum DPP Organda Murphy Hutagalung menjawab pers di Jakarta, Jumat.
Bahkan menurut Ketua Organda, Hasanuddin Adnan, dari 26 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Organda di 30 propinsi sudah menyatakan persetujuannya untuk melakukan mogok nasional. "Jadi, ini tinggal disepakati saat Murkernas nanti," kata Adnan.
Tentang kapan mogok nasional itu akan dilakukan, keduanya tidak merinci secara jelas karena hal itu masih menunggu hasil mukernas. Hanya diakui bahwa jika terjadi pemogokan nasional maka yang menanggung beban tidak hanya pengusaha, tetapi seluruh bangsa ini, khususnya para pengguna jasa angkutan umum.
Desakan itu, kata Murphy, timbul karena sampai sejauh ini pengusaha angkutan benar-benar tertekan dan nyaris tak dapat bertahan karena mereka dihadapkan pada benang kusut permasalahan teknis dan struktural yang tidak mendukung sama sekali.
Dia mencontohkan, klasik jika akibat kenaikan BBM juga berdampak pada kenaikan harga suku cadang, pungli resmi dan tak resmi yang tak kunjung selesai, retribusi daerah, ijin trayek berlebihan dan angkutan liar, kondisi jalan di daerah yang rusak parah, tidak berjalannya kebijakan pusat di daerah seperti misalnya diskon Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Jembatan Timbang.
"Khusus masalah PKB, pusat bilang pengusaha dapat potongan 50% tetapi daerah tidak mau dan hanya mengijinkan 40% karena 10% dipergunakan untuk biaya-biaya tak jelas di pemda," katanya.
Selain itu, kata Murphy, pengusaha juga dibebani dengan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap jasa angkutan umum barang dan penumpang, sementara pada UU sendiri, sebenarnya tak dikenakan PPN.
Kongkretnya, tegasnya, sampai sejauh ini, pengusaha angkutan umum dengan armada berjumlah tujuh juta unit dan yang beroperasi tinggal empat juta ini, merasa "tidak adanya perhatian dan perlindungan pemerintah terhadap angkutan umum".
Namun, keduanya sepakat bahwa DPP Organda sendiri sebenarnya tidak menghendaki adanya mogok nasional tersebut, jika pemerintah mampu dan serius mencarikan jalan keluar terhadap sejumlah permasalahan itu.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006