Yogyakarta, (ANTARA News) - Peraturan dan perangkat hukum yang ada perlu disintesakan untuk menuntaskan kasus "illegal logging" (pembalakan liar) yang termasuk kategori kejahatan terorganisir. "Peraturan dan perangkat hukum yang ada sebenarnya cukup memadai, seperti KUHP, UU Lingkungan Hidup, dan UU Kehutanan, namun belum tersintesakan dengan baik," kata pakar hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Dr Teguh Prasetyo SH MSi di Yogyakarta, Senin (23/1). Untuk itu, menurut dia, berbagai peraturan dan perangkat hukum tersebut perlu disintesakan agar tidak tumpang-tindih dan dapat digunakan untuk menuntaskan kasus "illegal logging", yang selama ini penanganannya tidak bisa selesai dengan tuntas. Selain itu, juga perlu memberdayakan seluruh aparat penegak hukum yang terlibat dalam pemberantasan "illegal logging" sehingga dapat melakukan koordinasi dalam satu komando penegakan hukum. Ia mengatakan, permasalahan mendasar yang dihadapi penegak hukum dalam memberantas "illegal logging" disebabkan pembalakan liar itu termasuk dalam kategori kejahatan yang terorganisir yang melibatkan banyak pihak, di antaranya ada aktor intelektual, pelaku material, dan "backing". Kompleksitas penanganan "illegal logging" juga disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan permintaan terhadap kayu untuk kepentingan industri luar negeri seperti Malaysia, Korea, Thailand, dan China. Menurut dia, permintaan yang tinggi terhadap kayu juga menjadi salah satu faktor pemicu yang sangat potensial. Penyaluran hasil kayu curian itu biasanya dilakukan melalui pasar gelap (penyelundupan). "Hasil kayu curian tersebut sebagian besar diselundupkan ke luar negeri melalui perbatasan seperti Indonesia dan Malaysia, di mana para cukong sudah siap untuk membeli," katanya.(*)

Copyright © ANTARA 2006