Jakarta (ANTARA News) - Teater Koma kembali menggelar lakon Sampek-Engtay selama empat hari sejak 14 Februari 2006 di Gedung Kesenian Jakarta dengan melibatkan pemain muda dari angkatan IX/2000 dan Angkatan X/2005. Kisah Sampek-Engtay tersebut merupakan produksi ke-109 dari Teater Koma, mengulang pementasan cerita cinta abadi yang telah dimainkan berturut-turut setiap tahun dari 1997 hingga 2000 termasuk pertunjukkan di Medan pada tahun 2000 dan pernah ditampilkan dalam 13 episode sinetron, demikian penjelasan dari Teater Koma yang diterima ANTARA, Selasa. Lakon tersebut disutradari N Riantiarno, salah seorang pendiri Teater Koma, dengan menampilkan para pemain muda, antara lain Paulus Simangunsong sebagai Sampek dan Tuti Hartati memainkan Engtay. Mereka berdua berasal dari angkatan 2000. Selain itu juga disiapkan pemeran dari angkatan 2005 yaitu Franky Gunadi sebagai Sampek dan Andhini Puteri Lestari sbg Engtay. Cerita cinta dua insan keturunan Tionghoa yang mirip kisah Romeo dan Juliet itu juga pernah dipentaskan Teater Koma di Victoria Theater, Singapura, dalam Bahasa Inggris, pada 2001, juga digelar di Bandung (2002), Batam (2003), dan Yogyakarta (2004). Lakon itu meraih sertifikat MURI (Museum Rekor Indonesia), sebagai lakon yang telah dipentaskan sebanyak 80 kali selama 16 tahun, dengan tujuh pemain, empat pemusik, dan sutradara yang sama. Pementasan Sampek-Engtay Teater Koma di Medan, tahun 1989, dicekal pemerintah. Dalam sejarah seni pertunjukan Indonesia, Sampek-Engtay pernah di-Jawa-kan oleh sebuah grup (direkam Tio Tek Hong, Batavia, tahun 1925-an) dengan musik gamelan Jawa. Tapi, ketika lakon itu dipentaskan Opera Bangsawan, irama wals dan tango dimasukkan sebagai ilustrasi. Sampek Engtay adalah sebuah lakon yang melodramatis dan oleh Koma disajikan dalam bentuk musikal, dibungkus oleh nyanyian, musik, gerak, dan humor. "Inilah lakon tentang perempuan muda yang menganggap diri mampu mengubah masa depan. Kenyataannya, dia tetap tak mampu melarikan diri dari ikatan keluarga, meski ikatan itu tidak disukainya. Inilah bentuk emansipasi yang kalah oleh tradisi, " tutur N. Riantiarno. Teater Koma didirikan di Jakarta, 1 Maret 1977, oleh 12 orang pemain drama dengan menggelar sandiwara pertama "Rumah Kertas" karya N Riantiarno, yang menjadi ajang pemersatu visi dan impian para anggotanya untuk mengadaptasi warna-lokal lalu mengawinkannya dengan teknik pentas teater-Barat. (*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006