Polisi antihuru-hara Chile menggunakan semprotan air dan gas air mata untuk membubarkan puluhan ribu demonstran, yang melawan dengan melempar batu, tongkat dan botol plastik yang berisi cat.
Kepala Polisi Santiago Sergio Gajardo mengatakan kepada wartawan 32 petugas cedera "akibat aksi kasar yang terjadi pada akhir pawai".
Juru bicara polisi secara terpisah mengatakan kepada AFP, yang dipantau ANTARA di Jakarta, Jumat pagi, 54 pemrotes telah ditangkap.
Seorang petugas, yang sedang menjaga kedutaan besar Brazil, yang berada di dekat lokasi protes, menderita luka bakar serius ketika satu "granat pembakar" meledak di tempat jaganya dan cairan panas menyiram kakinya, kata Gajardo.
Para pejabat mengatakan sebanyak 30.000 orang ikut dalam pawai di La Alameda, jalan utama di pusat kota, kendati penyelenggara pawai menyatakan jumlah mereka hampir 80.000 orang, sama dengan jumlah orang yang berpawai dalam protes serupa pada 14 Juni dan 30 Juni.
Pemrotes --pelajar, guru, orang tua dan anak kecil dengan pakaian warna-warni-- memenuhi beberapa blok jalan dalam protes yang ramai.
Bentrokan meletus ketika polisi bergerak untuk menghentikan kerumunan orang berbelok menuju Palacio de la Moneda, istana presiden. Tidak seperti sebelumnya, penyelenggara protes saat ini tak memiliki izin untuk berunjuk-rasa di depan istana presiden.
"Mereka bermain api. Pawai itu tak mendapat izin," kata Wakil Menteri Dalam Negeri Chile Rodrigo Ubilla kepada wartawan.
"Pelajar harus mengerti jalan bukan milik mereka," tambah Ena von Baer, wanita juru bicara bagi Presiden Sebastian Pinera.
Pelajar ingin pemerintah nasional mengambil-alih sistem sekolah, tempat 90 persen dari 3,5 juta pelajar menimba ilmu.
Sistem sekolah di seluruh negeri itu dipecah selama rejim militer 1973-1990 dan diserahkan kepada pemerintah kotapraja. Pemrotes menyatakan sistem saat ini mengakibatkan ketidaksetaraan yang mendalam dan kekurangan dana.
Protes telah meningkat sejak Pinera, presiden pertama kanan-tengah memerintah Chile sejak negara tersebut kembali ke demokrasi pada 1990, awal tahun itu mengumumkan pemotongan biaya pendidikan dalam jumlah besar.
Pinera telah mengatakan pemotongan tersebut diperlukan guna memangkas birokrasi pemerintah yang menggembung, bahkan saat ekonomi negeri itu mengalami angka pertumbuhan tahunan enam persen.
Pemerintah saat ini menyediakan 4,4 persen dri produk nasional kotor negeri tersebut buat pendidikan, jauh di bawah tujuh persen yang disarankan oleh UNESCO. (C003/A011/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011