London (ANTARA) - Dugaan infeksi berulang menyumbang sekitar 10 persen kasus COVID-19 Inggris sejak awal tahun ini, menurut analisis Reuters, setelah UK Health Security Agency (UKHSA) mengubah cara penghitungan data COVID.

Seiring meningkatnya jumlah orang yang kembali terinfeksi sejak varian Omicron mulai mendominasi pada akhir 2021, Inggris pada Senin (31/1) mulai mencatat dugaan kasus infeksi berulang COVID-19 ke data harian mereka.

"Infeksi berulang masih berada di level yang rendah sampai awal gelombang Omicron dimulai. Memang benar bahwa proses pelaporan harian kami mencerminkan bagaimana virus telah berubah," kata Direktur Data dan Analisis UKHSA Steven Riley.

Secara keseluruhan jumlah kasus terus cenderung menurun, kata Riley menambahkan.

Sebelum 6 Desember proporsi kasus harian di Inggris yang dianggap sebagai infeksi berulang di bawah 2 persen selama hampir enam bulan.

Baca juga: Menlu Inggris Truss: Saya positif COVID-19

Angka itu diperkirakan telah naik menjadi 9,9 persen sejak awal 2022, demikian analisis Reuters dari data UKHSA.

Di Italia, juru bicara Institut Kesehatan Nasional menyebutkan bahwa kasus infeksi berulang saat ini mencapai 3 persen dari total infeksi, naik dari sekitar 1,5 persen sebelum Omicron.

UKHSA menyebutkan bahwa ada 588.000 kasus dugaan infeksi berulang di Inggris sampai saat ini, sehingga totalnya mencapai 1,73 juta kasus.

Dugaan infeksi berulang COVID pertama kali ditemukan di Inggris pada 19 Juni 2020.

Statistik harian COVID Inggris sebelumnya hanya akan menghitung infeksi awal si penderita.

Data pada Senin mengungkapkan bahwa terdapat 92.368 kasus dan 51 kematian baru. Total kematian COVID di Inggris kini mencapai 155.754 kematian, angka tertinggi ketujuh di dunia.

Sumber: Reuters

Baca juga: Inggris desak penipu kembalikan uang bantuan COVID
Baca juga: Hoaks! Inggris mengubah status pandemi menjadi endemi

Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022