Penjamin wajib memberikan laporan secara berkala setiap 30 hari sekali mengenai keberadaan dan kegiatan orang asing.
Jakarta (ANTARA) - Bernarasi mengenai penjamin keimigrasian tidak lengkap kiranya jika tidak menengok sedikit ke belakang membesut historis perjalanan peraturan keimigrasian terkait dengan penjamin keimigrasian.

Ketentuan terkait dengan penjamin keimigrasian merupakan hal teranyar, yang tentu saja sangat tertinggal bila dibandingkan dengan istilah penjamin di dunia perbankan yang merupakan domain utama sebab keduanya memiliki karakteristik yang berbeda.

Setelah Indonesia merdeka untuk mengatasi kevakuman hukum, ketentuan keimigrasian produk pemerintah Hindia Belanda harus dicabut. Masa revolusi kemerdekaan dua produk hukum Hindia Belanda dicabut, yaitu Toelatings Besluit (1916) menjadi Penetapan Izin Masuk (PIM) tahun 1949, dan Toelatings Ordonnantie (1917) menjadi Ordonansi Izin Masuk (OIM) tahun 1949. Pada masa ini peraturan keimigrasian belum banyak berubah secara substansi, hanya terjadi perubahan diksi saja.

Jawatan Imigrasi era Republik Indonesia Serikat telah menerbitkan tiga produk hukum, yaitu Keputusan Menteri Kehakiman RIS No. JZ/239/12 tanggal 12 Juli 1950 mengenai pelaporan penumpang kepada pimpinan bea cukai apabila mendarat di pelabuhan yang belum ditetapkan secara resmi sebagai pelabuhan pendaratan; UU Darurat RIS No. 40/1950 tentang Surat Perjalanan Republik Indonesia; dan UU Darurat RIS No. 42/1950 tentang Bea Imigrasi.

Ringkasnya, pada masa Orde Baru lahirnya UU Keimigrasian pertama produk bangsa Indonesia adalah UU No. 9/1992 tentang Keimigrasian. Bila ditelisik undang-undang ini tidak terdapat satu pasal pun yang menyebutkan penjamin secara eksplisit. Hal ini dapat dipahami mengingat pada saat itu dinamika keimigrasian belum menuntut adanya unsur penjamin dalam penerbitan visa dan izin tinggal.

Sembilan belas tahun kemudian, seiring dengan perkembangan masyarakat internasional dan dinamika bidang keimigrasian di Bumi Pertiwi, UU No. 9/1992 pun disempurnakan. Tepatnya tanggal 5 Mei 2011 diterbitkanlah UU No. 6/2011 tentang Keimigrasian.

Tentu saja substansi UU tersebut diwarnai oleh solusi atas permasalahan keimigrasian yang berkembang dan kebutuhan akan ketentuan keimigrasian yang ada pada saat itu serta antisipasi terhadap dunia keimigrasian yang dinamis pada masa yang akan datang.

Pada UU No. 6/2011 inilah ketentuan mengenai penjamin mulai diatur dalam Pasal 63. Namun, belum ada ketentuan turunan yang mengatur lebih detail tentang penjamin keimigrasian. Satu dekade kemudian seiring dengan dinamika keimigrasian yang bergerak begitu cepat dengan sejumlah permasalahan yang makin beragam serta fenomena dunia keimigrasian makin kompleks.

Atas inisiasi pimpinan tertinggi pada Ditjenim, dipandang perlu adanya ketentuan turunan yang mengatur mengenai penjamin keimigrasian. Selain itu, untuk mewujudkan kepastian hukum terhadap layanan keimigrasian dan meningkatkan kepatuhan penjamin dalam memberikan penjaminan terhadap orang asing, perlu mengatur penjaminan keimigrasian.

Pada tanggal 17 September 2021 ditetapkanlah Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Permenkumham) No. 36/2021 tentang Penjamin Keimigrasian.

Baca juga: Akademisi: Arus migrasi tuntut kejelasan hukum keimigrasian

Baca juga: Imigrasi Jaksel awali tahun dengan peningkatan penegakan hukum keimigrasian


Pengertian Penjamin

Pengertian penjamin adalah orang atau korporasi yang bertanggung jawab atas keberadaan dan kegiatan orang asing selama berada di wilayah Indonesia.

Orang asing tertentu, yang berada di Indonesia wajib memiliki penjamin yang menjamin keberadaannya, meliputi: orang asing pemegang izin tinggal kunjungan; orang asing pemegang izin tinggal terbatas; atau orang asing pemegang izin tinggal tetap.

Pasal 2 ayat (3) kewajiban memiliki penjamin dikecualikan bagi:

a. Orang asing pemegang izin tinggal kunjungan yang berasal dari bebas visa kunjungan, visa kunjungan saat kedatangan, atau visa kunjungan dalam rangka wisata;
b. Orang asing dalam rangka penanaman modal;
c. Orang asing dalam rangka prainvestasi atau rumah kedua dengan jaminan keimigrasian.

Sedikit catatan pada Pasal 2 ayat (3) huruf c di atas, terdapat frasa "rumah kedua". Istilah rumah kedua merupakan sesuatu yang baru di telinga publik. Namun, dalam Permenkumham No. 36/2021 ini tidak terdapat pengertian rumah kedua.

Hal ini berkemungkinan menimbulkan pertanyaan di benak publik. Bila Permenkumham yang dinyatakan mulai berlaku setelah 6 bulan terhitung sejak tanggal diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 September 2021. Untuk itu, jika nantinya akan diterbitkan ketentuan turunan, perlu kiranya didefinisikan pengertian rumah kedua. Hal ini agar terdapat kesamaan persepsi dan paradigma serta tidak menimbulkan multitafsir terhadap diksi rumah kedua.

Baca juga: Kantor Imigrasi Karawang tangkap tiga WN Nigeria dan Mozambik

Baca juga: Kemenkumham ingatkan batas pembayaran tagihan keimigrasian 31 Desember


Pendaftaran Penjamin

Penjamin terdiri atas perseorangan dan korporasi. Penjamin ditetapkan melalui Keputusan Dirjenim.

Kriteria penjamin perseorangan yaitu merupakan warga negara Indonesia, harus memenuhi persyaratan: berusia sekurang-kurangnya 21 tahun atau sudah kawin; bertempat tinggal di wilayah Indonesia paling singkat selama 6 bulan terakhir; tidak sedang dalam proses peradilan pidana; tidak tercantum dalam daftar pencegahan keimigrasian; dan berpenghasilan tetap dan/atau memiliki dana aktif yang cukup untuk menjamin orang asing.

Penjamin korporasi terdiri atas: perseroan terbatas; perusahaan perorangan; yayasan; perkumpulan; koperasi; persekutuan komanditer; persekutuan firma; perwakilan asing di Indonesia; organisasi internasional nonpemerintahan di Indonesia; dan instansi pemerintahan.

Penjamin korporasi pun harus memenuhi persyaratan: terdaftar sebagai badan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; tidak sedang dalam sengketa hukum; memiliki dana aktif yang cukup untuk menjamin orang asing; dan aktif beroperasi.

Dalam Permenkumham ini terdapat tiga aturan pendaftaran penjamin keimigrasian yang sedikit berbeda antara satu dan lainnya, yakni: pendaftaran penjamin perseorangan; pendaftaran penjamin korporasi; dan pendaftaran penjamin perwakilan asing di Indonesia/organisasi internasional nonpemerintahan di Indonesia/instansi pemerintahan.

Keputusan Dirjenim mengenai penjamin keimigrasian berlaku paling lama 3 tahun dan dapat diperpanjang setiap paling lama 2 tahun sekali.

Hal lain yang diatur adalah penjaminan oleh penjamin dimulai pada saat penjamin mengajukan permohonan visa dan/atau izin tinggal bagi orang asing yang dijaminnya.

Penjamin dapat memberikan jaminan kepada orang asing paling banyak 10 penjaminan, serta berakhirnya penjaminan oleh penjamin perseorangan dan penjaminan oleh penjamin korporasi.

Baca juga: Kemenkumham telah buka 89 tempat layanan keimigrasian di luar kantor

Baca juga: Imigrasi Bali kawal pendeportasian WN Rusia yang langgar keimigrasian


Kewajiban bagi Penjamin

Kewajiban penjamin yaitu bertanggung jawab atas keberadaan dan kegiatan orang asing yang dijamin selama tinggal di wilayah Indonesia. Penjamin berkewajiban melaporkan setiap perubahan status sipil, status keimigrasian, dan perubahan alamat sesuai dengan tata cara pelaporan yang telah ditentukan.

Di sinilah fungsi penjamin bisa ditingkatkan tidak hanya menjamin keberadaan orang asing di Indonesia, tetapi juga menjamin atas keberlangsungan kontribusi positif orang asing selama bermukim di Tanah Air.

Oleh sebab itu, perlu diinternalisasikan kepada penjamin bahwa mereka adalah bagian dari komponen bangsa yang turut bertanggung jawab atas dampak positif/negatif dari kehadiran orang asing. Partisipasi aktif penjamin sangat diharapkan dalam memantau keberadaan orang asing dengan segala problematika yang dihadapi.

Penjamin juga wajib memberikan laporan secara berkala setiap 30 hari sekali secara elektronik/nonelektronik mengenai keberadaan dan kegiatan orang asing pada kantor imigrasi (kanim) setempat. Hal ini dapat berdampak signifikan bila dalam implementasi di lapangan dapat dilakukan secara kontinu pada kanim di seluruh Indonesia. Dengan demikian, pelanggaran keimigrasian dan pelanggaran nonkeimigrasian dapat diminimalisasi.

Terdapat beberapa larangan bagi penjamin, antara lain bersama-sama/tidak bersama-sama dengan orang asing terlibat tindak pidana; bersama-sama/tidak bersama-sama menghalang-halangi petugas dalam kegiatan pengawasan/pemeriksaan keimigrasian.

Jika kewajiban dan larangan diabaikan oleh penjamin keimigrasian, terdapat jenis sanksi administratif yang akan dikenakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dalam ketentuan lain-lain juga diatur bahwa dalam rangka kerja sama kementerian/lembaga instansi dan perwakilan penjaminan dapat dilakukan juga oleh: perwakilan asing di Indonesia; organisasi internasional nonpemerintahan di Indonesia; dan/atau instansi pemerintahan, yang dikecualikan dari kewajiban, larangan, sanksi, dan pemungutan biaya PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) Keimigrasian.

Ketentuan peralihan diatur bahwa dengan berlakunya Permenkumham ini penjamin yang telah tercatat dalam Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian harus melakukan pemutakhiran data dalam waktu paling lama 1 tahun dengan mengajukan pendaftaran penjamin sesuai dengan ketentuan.

Adapun penjamin yang belum melakukan pendaftaran, dapat melakukan penjaminan sampai dengan pemutakhiran data sesuai dengan aturan yang berlaku.

Semoga pencerahan ini dapat menjadi bagian dari sosialisasi Permenkumham No. 36/2021 tentang Penjamin Keimigrasian sehingga pada saat peraturan ini berlaku pada akhir Maret 2022, masyarakat sedikit banyak telah mengetahui poin-poin utama dari ketentuan tersebut.

Selamat Hari Bhakti Imigrasi Ke-72, 26 Januari 2022. Semoga Ditjen Imigrasi menjadi gerbang utama bagi kemaslahatan bangsa, menjadi ikon terdepan dalam pelayanan publik dan penegakan hukum.

*) Fenny Julita, S.Sos.,M.Si. adalah Analis Keimigrasian Ahli Madya, Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM RI.

Copyright © ANTARA 2022