Jakarta (ANTARA) - Pusat Keanekaragaman Hayati ASEAN (ACB) menyerukan aksi kolektif untuk menahan degradasi ekosistem berharga lahan basah dalam menopang kesehatan dan mata pencaharian masyarakat di Hari Lahan Basah Sedunia.

Direktur Eksekutif Pusat Keanekaragaman Hayati ASEAN (ASEAN Center for Biodiversity/ACB) Theresa Mundita S Lim dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu mengatakan komunitas global memperingati Hari Lahan Basah Sedunia, dan ACB bergabung dalam perayaan tersebut, sekaligus memberi seruan untuk konservasi dan restorasi lahan basah di seluruh ASEAN dan sekitarnya.

Tema Hari Lahan Basah Sedunia tahun ini adalah "Wetlands Action for People and Nature" yang menggarisbawahi pentingnya lahan basah dalam menopang kesehatan dan mata pencaharian masyarakat global, termasuk di ASEAN.

Kawasan ASEAN, menurut dia, diberkahi dengan hampir dua juta kilometer persegi perairan pedalaman dan lahan basah, dan masing-masing terdiri dari 60 persen dan 42 persen dari lahan gambut tropis dan hutan bakau dunia, yang memberikan manfaat ekonomi dan mata pencaharian yang signifikan bagi masyarakat.

Lebih dari satu miliar orang di dunia bergantung pada lahan basah untuk kegiatan ekonomi yang berharga, seperti pertanian padi beririgasi, penyediaan air, sumber energi, dan pariwisata. Selain itu, perairan pedalaman memberikan layanan kehidupan yang vital bagi semua orang, karena ekosistem itu berfungsi sebagai rumah bagi vegetasi dan organisme unik yang membantu lahan basah memiliki banyak fungsi.

Secara signifikan, ia mengatakan, lahan basah merupakan pusat solusi untuk perubahan iklim. Lahan gambut yang sehat memiliki fungsi penyimpanan karbon yang unik, dengan dua kali kapasitas hutan dunia untuk mencegah karbon terlepas ke atmosfer.

Lahan basah yang terdegradasi mengeluarkan banyak sekali karbon yang berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca. Program pengembangan lahan dan ekstraksi sumber daya alam yang tidak memperhitungkan nilai lahan basah tidak akan berkelanjutan, kehilangan lebih banyak investasi untuk mencegah dampak yang secara alami dapat dicegah oleh ekosistem pesisir dan pedalaman.

Pada Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim PBB (COP26) tahun lalu, saat seruan untuk nol emisi bersih dinaikkan, peran penting lahan basah sebagai salah satu solusi berbasis alam digarisbawahi bersama dengan tindakan mendesak, seperti memobilisasi keuangan untuk konservasi ekosistem vital ini.

Namun, kata dia, hilangnya habitat karena faktor antropogenik pasti akan menggantikan spesies satwa liar – beberapa di antaranya bertindak sebagai reservoir virus alami – dan meningkatkan risiko penularan langsung dari satwa liar ke hewan domestik dan populasi manusia.

Dengan banyaknya manfaat yang diberikan lahan basah, menurut dia, tindakan seluruh masyarakat menjadi semakin mendesak. Memastikan lahan basah yang sehat dan dikelola dengan baik membutuhkan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, baik itu masyarakat yang secara langsung dan tidak langsung mendapat manfaat dari lahan basah, sektor bisnis dan industri yang berkontribusi pada ekonomi lokal, lembaga akademis dan penelitian yang berkontribusi pada tumbuhnya pengetahuan yang relevan dengan konservasi, dan pemerintah lokal, nasional, dan regional yang bertanggung jawab untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan.

"Kita semua memiliki kepentingan dalam menanggapi seruan untuk aksi lahan basah," ujar dia.

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022