Bisa saja setelah lebaran dan kenaikan Rp500 per liter...
Depok (ANTARA News) - Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI), Firmanzah, mengatakan, seharusnya pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak secara bertahap dibandingkan dengan menerapkan penghematan atau pembatasan BBM bersubsidi.

"Saat ini keperluan menaikkan harga BBM sudah semakin mendesak," katanya di Depok, Rabu.

Namun menurut dia, memang secara waktu saat ini bukan yang tepat untuk menaikan harga BBM karena menjelang Ramadhan dan juga hari raya Idul Fitri dimana kebutuhan masyarakat meningkat.

"Bisa saja setelah lebaran dan kenaikan Rp500 per liter," ujarnya.

Ia mengatakan bahwa secara ekonomi kita butuh menaikkan harga BBM, tapi dalam hal ini unsur politisnya jauh lebih kental.

"Pemerintah seharusnya tegas dengan kebijakan menaikkan harga BBM, sehingga tidak ada wacana-wacana lain mengenai BBM," katanya

Adanya wacana penghematan atau pembatsan BBM bersudsidi akan mengakibatkan kelangkaan BBM bersubsidi di sejumlah wilayah ataupun keterlambatan pengiriman pasokan.

Dikatakannya Pertamina sudah mengirim pasokan BBM namun ada saja daerah yang langka akan pasokan BBM. "Ini akibat ada spekulan atau bisa jadi sektor ekonomi sedang tumbuh, dan ini akan berpotensi adanya konflik horizontal," ujarnya.

Sebelumnya, secara terpisah Sekretaris BPH Migas Agus Budi Wahyono menyatakan, bahwa perbedaan harga antara BBM bersubsidi dan non subsidi yang cukup tinggi belakangan ini menimbulkan banyak kasus penyelewengan.

Kasus penyelewengan paling tinggi diduga di daerah Kalimantan dan Sumatra karena banyaknya perusahaan industri dan perkebunan

Menurut Koordinator Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Migas BPH Migas, Edi Muhammad Suharyadi, penyelewengan BBM bersubsidi di Indonesia pada 2011 masih cukup tinggi terbukti hingga 30 Juni 2011 terdata sebanyak 155 kasus penyelewengan yang telah ditangani aparat penegak hukum.

Sedangkan pada 2010, tambah dia, terdapat 473 kasus penyelewengan BBM bersubsidi dan sekitar 70 persen diantaranya kini sudah dalam proses persidangan dan beberapa di antaranya sudah diputus.

Kerugian negara akibat penyimpangan tersebut, kata dia, diperkirakan sekitar Rp3,8 triliun.
(ANT)

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011